EXPLORE BROMO BERSAMA INDONESIA DISCOVERER
07:41:00
Bromo sudah jadi ikon wisata Jawa
Timur, bahkan Indonesia. Orang Jatim belum pernah ke Bromo, wah itu sih
kebangetan. Masa orang asing saja sudah tidak asing dengan pegunungan seluas
50.276,3 hektare yang diresmikan sebagai taman nasional sejak 1982 ini. Itulah
mengapa saya tak cukup sekali mengunjunginya. Kali ini saya akan berbagi
pengalaman meng-explore keindahan Bromo bersama Indonesia Discoverer.
Untuk yang belum tahu, saya kasih
info dulu ya. Indonesia Discoverer merupakan trip organizer plus
fotografer ke sejumlah objek wisata di Batu, Malang, Lombok, dan Labuan Bajo. Saya
mengenalnya dari Instagram. Foto-fotonya yang memikat membuat saya tertarik
untuk menggunakan jasanya April 2018, dengan tarif Rp 420 ribu. Sudah cukup lama sih, tapi baru sekarang
sempat nulis hehe. Yang mengikuti akun Instagram saya pasti sudah sering lihat
hasil hunting saya kala itu.
Jadwal open trip
Indonesia Discoverer sudah dipost di akun Instagramnya. Jadi, saya tinggal
pilih tanggal yang pas dengan waktu luang saya. Sabtu pukul 23.00 kami janjian
bertemu di Stasiun Kota Lama Malang. Saat itulah, saya berkenalan dengan Mas
Budi Tarjo, owner sekaligus fotografer. Ada juga Mas Ryan yang juga
bertugas sebagai fotografer. Dengan kendaraan Mas Budi, kami meluncur ke sebuah
hotel di Kota Malang untuk menjemput dua rekan yang akan bergabung bersama
kami. Selanjutnya, kami tancap gas ke Gubuk Klakah, Tumpang, Malang.
Tak kurang dari 1,5 jam, kami
sampai di rumah warga pemilik Jeep yang akan membawa kami ke Bromo. Wah,
keluarga ini ramah sekali. Selain istirahat sebentar di rumah ini, kami
disuguhi gorengan dan teh hangat. Rupanya, rumah ini juga menyediakan
kamar-kamar jika ada pengunjung Bromo yang mau menginap. Sekitar satu jam kami
berada di sana, lalu melanjutkan perjalanan ke Bromo dengan Jeep. Selama
perjalanan, saya kadang mencuri waktu untuk tidur.
Indonesia Discoverer memang bikin
rundown yang agak berbeda dengan open trip lainnya. Pukul 02.00,
Jeep kami sudah harus nangkring di pelataran parkir Bukit Kingkong, salah satu
spot terbaik untuk menyaksikan sunrise dan view pegunungan Bromo.
Sedangkan yang lain, jelang subuh mereka baru sampai. Akibatnya, deretan Jeep
sudah memenuhi jalan sehingga pengunjung diminta turun untuk jalan kaki menuju
spot yang ramai pengunjung. Di antaranya, penanjakan 1 dan 2.
Ketika pengunjung lain sibuk
menghangatkan diri di warung-warung, rombongan kami beda. Dengan bantuan Pak
Setiawan Sugiarta, warga lokal sebagai guide, kami menelusuri jalan
setapak menuju puncak Bukit Kingkong. Beneran puncaknya ya, bukan tangga di
Bukit Kingkong yang juga agak ramai pengunjung. Kami saling bantu saat jalan
kian menanjak dan agak licin lantaran tanahnya yang gembur.
Desa Ngadisari |
Tempat tinggal warga suku Tengger |
Panorama pagi nan memukau |
Begitu sampai puncak, angin
kencang dan hawa dingin saling beradu. Kalau tidak salah, saat itu pukul 03.00.
Kami duduk-duduk sambil berusaha menghalau dingin yang makin menusuk tulang.
Untunglah, Pak Setiawan menawarkan makanan dan minuman hangat. Bagi beliau,
naik turun puncak bukit ini seperti rute sehari-hari. Berkali-kali naik turun
mah enteng. Hehehe.
Nah, pemandangan dini hari di
Bromo ternyata luar biasa indahnya. Di kejauhan tampak deretan lampu Jeep
mengular seperti aliran listrik. Sementara itu, langit menyuguhkan
bintang-bintang dan milky way! Sungguh pemandangan yang sudah lama saya
impikan. Insting Mas Budi sebagai fotografer pun muncul. Dia beberapa kali
mencari sudut terbaik untuk memotret dan mengarahkan lensa ke langit. Kami pun
diminta bergantian menjadi modelnya. Pertama kali lihat milky way,
pertama kali juga berfoto dengan latar milky way! Bukan hanya milky
way lho, malam itu sesekali juga tampak bintang jatuh. Siapa yang tak
girang coba.
View Bromo dari hutan centigi |
Batang pohon ini kuat kok |
betah berlama-lama di sini |
Lukisan Tuhan yang luar biasa elok |
Bromo dengan segala keeksotisannya |
Menngagumi ciptaan Tuhan |
Salah satu spot favorit |
Sambil menunggu fajar, ada momen
yang menurut saya juga berharga. Pak Setiawan bercerita tentang legenda dan asal
usul Bromo. Sebagai warga suku Tengger, beliau juga berbagi kisah tentang filosofi,
adat, budaya, dan kebiasaan sukunya. Beliau memaparkan, suku Tengger merupakan komunitas
penduduk yang tinggal di dataran tinggi pengunungan Bromo, Tengger, dan Semeru.
Warga subsuku Jawa ini menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang,
Probolinggo, dan Malang.
View Bromo dari puncak Bukit Kingkong |
View idaman sejak lama |
Dari kiri: Mas Budi, Pak Setiawan, Mas Ryan, kawan open trip, dan saya |
Ada tiga teori tentang asal usul
nama Tengger. Pertama, Tengger berarti tegak atau berdiam tanpa gerak,
melambangkan watak orang Tengger yang berbudi pekerti luhur. Kedua, Tengger
bermakna pegunungan, sesuai dengan daerah tersebut. Ketiga, ini yang
diceritakan Pak Setiawan, Tengger berasal dari gabungan nama leluhur suku
Tengger, yakni Rara Anteng dan Jaka Seger. Legenda ini dipercaya oleh
masyarakat setempat hingga saat ini.
Berfoto di depan Gunung Widodaren |
Jeep merah jadi properti |
Cahaya matahari pas kasih lighting |
Pilih area yang sepi pengunjung |
Jadilah foto profil andalan |
Begini ceritanya. Rara Anteng dan
Jaka Seger merupakan sepasang kekasih. Namun, seorang raksasa sakti bernama
Resi Bima memaksa hendak memperistri Rara Anteng. Tak habis akal, Rara Anteng
meminta Resi Bima membuat lautan di tengah-tengah gunung dalam waktu satu
malam. Dengan tempurung raksasa, Resi Bima berusaha mengeruk gunung. Namun,
upayanya gagal setelah Rara Anteng menumbuk padi sebelum fajar sehingga
membangunkan ayam-ayam untuk berkokok. Lautan yang belum jadi itulah yang
dipercaya menjadi Kawah Bromo. Sedangkan Gunung Batok terbentuk dari tempurung
kelapa raksasa yang ditendag oleh Resi Bima.
Tak terasa, waktu salat Subuh
tiba. Sebelum mendaki puncak Bukit Kingkong tadi, saya sudah berwudu. Selepas
salat Subuh, saatnya mengeluarkan kamera dan mulai membidik fajar yang mulai
menyingsing. Di area ini, hanya ada kami dan empat pengunjung lain. Itu artinya
kami tak perlu berdesakan untuk menemukan titik terbaik memotret sunrise
dan panorama Bromo. Dari puncak Bukit Kingkong ini, tampak jelas Kawah Bromo,
Gunung Batok, dan Gunung Widodaren dengan latar Pegunungan Semeru di
belakangnya. Dan, ternyata kami tak perlu meminta untuk difoto. Mas Budi dan
Mas Ryan justru lebih dulu meminta kami berpose lalu dijepret.
Sampai di Pura Luhur Poten |
Berfoto dengan latar Gunung Batok |
Warga penyewa kuda |
Tarifnya sekitar Rp 75 ribu, bisa ditawar |
Sedangkan di sisi kiri Bukit
Kingkong, tampak dari ketinggian Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten
Probolinggo, yang dihuni oleh warga suku Tengger. Desa ini amat eksotis. Dengan
terpaan sinar matahari yang mulai terbit, pemandangan desa ini dari ketinggian
mengundang decak kagum. Namun, ada yang lebih menarik dari itu. Pak Setiawan
memaparkan, toleransi dan rasa kebersamaan umat beragama di desa ini sangat
tinggi. Kendati berbeda keyakinan, mereka saling menghormati dan membantu saat
ada acara keagamaan.
Beberapa saat kemudian, kami
menuruni sisi kanan bukit. Rupanya di sini terdapat hutan centigi. Dengan foreground
pepohonan ini, view Bromo semakin memikat. Ini dia spot yang selama ini
saya cari. Selain centigi, Taman Nasional Bromo juga memiliki hutan akasia dan
cemara. Sedangkan satwa yang kabarnya menghuni hutan-hutan ini antara lain luwak,
kera ekor panjang, rusa, kijang, ayam hutan merah, dan macan tutul. Semoga
hewan-hewan liar itu belum punah.
Puas menikmati pesona Bromo dari
Bukit Kingkong, kami turun dan kembali ke Jeep. Sambil menikmati snack
yang dibagikan Mas Ryan, kami meluncur ke lautan pasir. Meski jalan sempat
padat merayap akibat banyaknya Jeep, kami beruntung tak terkena macet. O iya
kaldera pasir ini luasnya sekitar 6.290 hektare. Batas lautan pasir ini berupa
dinding tebing terjal yang ketinggiannya antara 200 sampai 700 meter. Jeep kami
pun sampai di pemberhentian pertama, Gunung Widodaren. Berfoto di lautan pasir
berlatar gunung berketinggian 2.614 mdpl ini tak diragukan lagi keseruannya.
Kami bergantian berpose. Jeep merah yang kami tumpangi pun jadi properti.
Pasir Berbisik |
Loncat ah |
Waspadai angin pasir |
Foto bareng Jepp (lagi) |
Foto yang banyak buat stok Instagram |
Foto dari berbagai angle |
Selanjutnya, kami menuju area Gunung
Batok dan Kawah Bromo. Mas Budi memberi waktu agak lama untuk kami mengelilingi
kawasan ini. Maklum, Jeep harus diparkir agak jauh dari kawah. Selain itu, di
tempat ini kami makan pagi. Terdapat beberapa warung tenda yang menyediakan
menu sarapan seperti nasi pecel, nasi rawon, nasi campur, dan banyak lagi menu
lain khas Jawa Timur. Karena sudah pernah naik ke Kawah Bromo, selepas sarapan,
saya lebih tertarik mendekati Pura Luhur Poten yang berada di antara Gunung
Batok dan Kawah Bromo.
Sekitar pukul 08.00, kami lanjut
ke spot berikutnya, Pasir Berbisik. Seperti kalian tahu, kawasan ini merupakan
lokasi syuting film dengan judul yang sama, diperankan dengan apik oleh Dian
Sastrowardoyo dan Christine Hakim. Sebelum turun di Pasir Berbisik, kami
tertarik untuk berhenti sejenak dan berfoto di pohon jodoh. Mengapa? Iseng saja
hehehe. Saya tertarik dengan namanya yang mungkin dikaitkan dengan mitos dapat
jodoh, tapi kok pohon ini tumbuh sendiri tanpa pasangan hehehe.
Padang savana |
Waktu itu masih cukup hijau |
Sesi pemotretan dilanjut di sini |
Samapi bingung pose gimana lagi hehehe |
Mas Budi lantas membawa kami ke
area Pasir Berbisik yang sepi pengunjung. Wah, lautan pasir ini seolah milik
kami sendiri. Berlatar Kawah Bromo dan Gunung Batok, kami lagi-lagi bergantian
berfoto di sini. Bukan hanya itu. Rekan open trip saya malah mencoba
menyetir Jeep mengitari area itu berkali-kali. Katanya, dia mau merasakan
sensasi mengendarai Jeep di lautan pasir. Karena saat itu angin cukup kencang,
hempasannya kadang membuat kami terpaksa tutup muka. Kalau tidak, bisa-bisa
pasir-pasir halus itu masuk mulut atau mata. Tutup juga lensa kamera ya.
Mas Ryan motret ini dari atas Jeep |
Spot berikutnya adalah Bukit
Teletubbies. Namun, jujur saja, kami tak tertarik turun di spot ini lantaran
banyaknya pengunjung. Kami memilih kawasan lain yang sama hijaunya, sama
indahnya, tapi sepi pengunjung. Dengan reflektor yang kami gunakan sejak
pemotretan di Gunung Widodaren, foto-foto jadi tampak memukau. Di sini terdapat
hamparan pakis, adas pedas, dan verbena yang berbunga ungu. Bukan hanya
hamparan rumput dan tanaman perdu ini yang menarik. Jalanan yang lengang dan dinding
tebing yang berdiri megah pun tak kalah indahnya.
Jam menunjukkan angka 11.00. Matahari
kian terik. Kami pun sepakat mengakhiri petualangan di Taman Nasional Bromo
ini. Jeep meluncur keluar dari area ini lewat jalur menuju Malang. Sepanjang
perjalanan, kami istirahat tanpa berhenti mengagumi keindahan panorama di kanan
dan kiri jalan. Tak terasa mata akhirnya terpejam dan terbangun saat sampai di
rumah pemilik Jeep. Kami dipersilakan istirahat sejenak, bahkan saya numpang mandi
hehehe. Sekitar 30 menit kemudian, kami kembali ke Kota Malang.
Di jalan pulang pun masih sempat foto |
Lihatlah, betapa menakjubkan view ini |
Tak habus decak kagum atas keindahan Bromo |
Terima kasih, Indonesia Discoverer |
Meski sebelumnya sudah dua kali mengunjungi
Bromo, explore bersama Indonesia Discoverer kali ini jauh lebih berkesan.
Selain kami dibawa ke spot-spot indah yang sepi pengunjung, ada jasa fotografer
yang siap mengabadikan momen-momen selama perjalanan. Kru dan guide yang
menemani kami pun ramah dan bersahabat. Itulah mengapa saya kerap
merekomendasikan Indonesia Discoverer kepada teman-teman yang ingin menjelajahi
Bromo. (*)
13 comments
Saya suka Bromo, pengalaman ekstrim pun sudah pernah saya lewati. Bromo betul-betul indah. Sampai-sampai rela jatuh bangun.... dan di blog Mas Edy ini saya suka foto-foto yang ada jeepnya. Siapa nih juru potretnya?
ReplyDeleteSamaaaa, Bromo memang ga membosankan. Yang motret Mas Budi dan Mas Ryan dari Indonesia Discoverer dong. Keren ya
DeleteGILSSSSS INI PARAH BANGET FOTO-FOTONYA KEREN ASLI WKWKW :D
ReplyDeleteSaya awal bulan November kemarin pun ke Bromooooo untuk pertama kalinya dan suwer deh, bagus parah :')
Terima kasiiih, Kak. Kita kagum akan keindahan Bromo, jadi kita ingin mengabadikan lewat foto yang indah juga kan?
DeleteFoto2nya mantul mas, mantap betul... pemandangannya begitu indah dan mempesona...
ReplyDeleteItulah mengapa saya sempat bingung milih foto mana yang saya unggah. Saya dapat lebih dari 100 foto hasil jepretan tim Indonesia Discoverer.
DeleteBromo memang indah dan memesona, Mas. Sudah pernah ke sini?
Fotonya cakep2, praktis yaaa kalo pake travel organizer mas
ReplyDeleteTerima kasih, Mbak. Iya, praktis, semua sudah diurus sama Indonesia Discoverer.
DeleteGokil! Cakep semua fotonya. Yang paling menakjubkan dengan background milky way. Itu berapa lama berdiri gak bergerak, Mas? Pasti ada angin ya, itu syalnya berkibar :)
ReplyDeleteIya, Mbak, saya harus berdiri mematung sekitar 10 detik. Anginnya kenceng banget. Dari beberapa jepretan, ini yang paling lumayan hehehe.
DeleteJadi pengen balik lagi ke Bromo
ReplyDeleteNanti kalo si debay udah agak gede Bu
DeleteWowwww, foto-fotonya juara!
ReplyDelete