TANJUNG AAN BERBONUS BATU PAYUNG DAN BUKIT MERESE
23:14:00
“Kalau ke Lombok, jangan sampai
melewatkan Bukit Merese. Sunset di sana kece banget!” kata seorang kawan
guru yang tinggal di Lombok.
Saran itu entah mengapa selalu
terngiang sampai saya berkesempatan menginjakkan kaki di pulau ini. Selepas
merasakan ketenangan Pantai Mawun, kami pun bergegas menuju Bukit Merese di
kawasan Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Berbekal info dari warga lokal, kami
menemukan sebuah jalan pintas di antara ladang
jagung. Terdapat papan nama Bukit Merese di mulut gang.
Meski sempat tak yakin mobil bisa melewati jalan berbatu itu, rupanya
sekitar 300 meter kemudian kami bertemu dengan dua warung tempat kami membeli
tiket untuk naik bukit. Tarifnya Rp 10 ribu per orang, termasuk parkir
kendaraan. Namun, langit tiba-tiba mendung. Kami mempercepat langkah menuju
puncak bukit. Hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk sampai di atas. Sayangnya,
mendung makin tebal. Angin kencang seolah mengoyak awan dan menjatuhkan airnya
ke bumi.
Gerimis. Iya, rintik air hujan mulai membasahi badan kami yang tak membawa
payung atau jas hujan. Hujan yang kian deras menggiring kami untuk segera turun
dari bukit dan berteduh di warung dekat tempat parkir. “Semoga hujan segera
reda ya. Kalau reda, nanti kita naik lagi,” hibur Pak Yusran, rekan guru SMAN 1
Pemenang, Lombok Utara, yang mengantar kami saat itu.
Main ayunan sambil menunggu antrean naik perahu |
Pasir putih Tanjung Aan terhampar luas |
Saya mengangguk, tapi pesimistis. Sesekali saya lihat jam di gawai yang sudah menunjukkan angka 13.30. Waktu saya tak banyak lagi karena pukul 16.30 sudah harus berada di bandara untuk pulang ke Jawa. Hujan masih belum reda. Rasanya buang-buang waktu kalau kami bertahan di warung tengah ladang ini. “Bagaimana kalau kita lanjut jalan ke pantai terdekat, Pak? Siapa tahu di sana nanti hujan reda,” ujar saya.
Semua sepakat dan kami pun kembali ke kendaraan. Kata Pak Yusran, pantai
terdekat adalah Pantai Kuta dan Tanjung Aan. Karena sudah pernah ke Pantai
Kuta, saya mengajak kawan-kawan guru ini ke Tanjung Aan. Benar, tak sampai 30
menit, kami sudah sampai di pantai tujuan. Meski masih gerimis, kami turun dari
kendaraan dan berteduh di warung tenda tepat di tepi pantai.
Kami memesan minuman hangat sambil berdoa
semoga hujan segera reda dan langit kembali cerah. Datanglah seorang ibu yang
menjajakan kain tenun khas Lombok. Saat Bu Endah, rekan guru dari SMKN 1
Jombang, Jawa Timur, asyik memilih kain, datang pula seorang bapak yang
menawarkan jasa perahu untuk mengantar kami berkeliling ke Batu Payung dan
Bukit Merese. Saya baru tahu bahwa dua objek itu ternyata bisa juga diakses
dari Tanjung Aan.
Belum juga kami sepakat soal tarif perahu, datang lagi dua bocah yang
dengan antusias menyemangati kami untuk berkeliling pulau. Mereka bersedia
mengantar dan berjanji akan memfoto kami. Tak kenal menyerah, dua bocah ini
meyakinkan kami betapa indahnya Batu Payung dan Bukit Merese di seberang sana.
Putra dan Aliando di Batu Payung |
Pengen naik bukit di Pulau Payung, tapi takut makan waktu |
Menunggu kerumunan orang di Batu Payung berkurang |
Minum air kelapa muda buat mengusir dahaga |
“Nanti saya fotoin, jadinya pasti bagus. Di Batu Payung, Om jadi kayak
meluk batu, ngangkat batu, nendang batu juga bisa,” ujar bocah bertubuh kecil.
“Iya, tapi ini masih gerimis. Langitnya juga gelap. Doakan dong biar segera
cerah,” saya berusaha mengentikan rayuan mereka.
“Bener ya, Om, nanti kami yang antar,” si bocah yang lebih tinggi menutup
negosiasi.
Wah, ternyata doa dua bocah ini dikabulkan Tuhan. Hujan reda dan langit
kembali biru cerah. Saya mencari bapak penyewa perahu. Tawar-menawar harga pun
terjadi, tapi si bapak bergeming dengan tarif Rp 250 ribu. Karena semua perahu
sedang dipakai untuk mengantar pengunjung yang lain, sambil menunggu, kami
berfoto di tepi pantai. Ada ayunan juga, lumayan buat properti.
Kami pun berkenalan dengan dua bocah yang masih menguntit itu. Yang kecil
bernama Putra, sedangkan yang lebih tinggi mengaku bernama Aliando. Putra
terpingkal saat mendengar kawannya menyebut nama Aliando. “Bohong, Om. Dia namanya
Junaidi,” teriaknya.
Meski demikian, kami tetap memanggilnya Aliando. Dengan bantuan Aliando,
kami berfoto di ayunan. Tak lama kemudian, perahu yang kami tunggu menepi di
pantai. Putra dan Aliando mengajak kami segera naik ke perahu. Saya, Pak
Yusran, Bu Endah, dan driver Grab --yang kami sewa offline-- menyusul di belakangnya. Perahu kecil yang
dijalankan dengan mesin ini menerjang ombak menuju Pulau Batu Payung.
Begitu kami mendarat di Pulau Batu Payung, langit cerah luar biasa (baca:
panas menyengat). Tak ada warung atau pohon untuk berteduh. Tampak satu
rombongan tengah asyik berfoto di area batu berbentuk payung yang menjadi
maskot pulau. Lagi-lagi, sambil menunggu antrean, kami memilih berfoto di sisi
yang berbeda. Saya sempat melihat jalan untuk mendaki bukit. Ingin rasanya
naik, tapi niat itu saya urungkan karena ingat bahwa dua jam lagi sudah harus
berada di bandara.
Cuaca yang terik kami coba tepis dengan minum air kelapa muda. Lumayanlah
menyegarkan. Kalau ke sini, kalian wajib bawa minuman serta pakai pelindung kepala
dan sunblock kalau tak mau kulit
jadi eksotis maksimal. Untunglah, kami segera dapat giliran untuk berfoto
dengan latar Batu Payung. Tak apalah ada bapak-bapak pedagang kelapa muda yang
juga inframe. Toh mereka sudah berjasa menyelamatkan kami dari
dehindrasi.
Mengagumi megahnya kaki Bukit Merese |
Pantai di kaki Bukit Merese sangat bersih |
Lumayan jadi obat kecewa akibat terguyur hujan di puncak Bukit Merese |
Kami lalu kembali ke perahu dan melanjutkan penjelajahan menuju Bukit
Merese. Putra dan Aliando bersemangat mengajak kami naik. Kata Putra, di puncak
bukit ada kawanan kerbau yang bisa jadi objek foto. Aliando menambahkan,
pemandangan dari puncak bukit sangat indah. Mereka tidak tahu kami baru saja
turun dari sana. Mereka juga tak tahu kami tak punya cukup waktu.
Akhirnya, kami hanya mendarat sebentar di kaki Bukit Merese. Kami tak
terlalu kecewa. Pantai di kaki bukit sudah membuat kami berdecak kagum. Pasir
nan putih beradu dengan ombak nan tenang dan bebatuan karang di beberapa titik
pantai. Air laut menyajikan gradasi hijau dan biru berlatar gagahnya Bukit
Merese.
Di seberang sana, tampak Pulau Batu Payung dan Tanjung Aan. Pantai di kaki
bukit masih sangat terjaga kebersihannya. Mungkin karena tak ada satu pun
pedagang, tak saya temukan sampah di sini. Sekitar 15 menit berada di sini,
saatnya mengakhiri petualangan. Perahu membawa kami kembali ke Tanjung Aan.
Jatuh cinta akan keelokan pantai ini |
Saya, Pak Yusran, dan Bu Endah |
Pose bareng sebelum meninggalkan kaki Bukit Merese |
Perahu mulai meninggalkan Bukit Merese |
Menurut saya, Tanjung Aan seru juga buat santai-santai. Garis pantai
sepanjang 2 kilometer dengan hamparan pasir putih dan ombak yang bersahabat
membuat pengunjung leluasa bermain pasir atau berenang. Ada spot untuk snorkeling
juga lho. Pantai ini cukup banyak pengunjung. Tugas pengelola dan pengunjungnya
nih buat jaga kebersihan biar pantai ini tetap indah dan nyaman. Btw, meski tulisannya Tanjung Aan, cara bacanya ternyata Tanjung An lho, bukan Tanjung A'an hehehe. (*)
Catatan:
Saya berkunjung ke Lombok pada Februari 2018.
Sungguh saya turut berduka atas gempa hebat yang melanda pulau cantik ini. Semoga musibah segera berlalu dan Lombok kembali
seperti sedia kala.
30 comments
Pasirnya keren sekali yah. Perahu di foto memang disewakan yah ?
ReplyDelete1,5 tahun di Lombok saya gak sempat ke sini nih
Iya, Mas, perahu ini disewakan buat pengunjung yang mau explore Tanjung Aan dan sekitarnya. Ayo main sini.
DeleteBatu Patung yang kece dan sering beredar di instagram itu, emang bikin siapa aja jadi pengen ke sana ya. Gaya bercerita yang selalu bikin hanyut, dan 2 bocah, apalagi si Aliando bikin jadi unik. Bukit Merese sudah selalu jadi rekomendasi teman saya sih, kalo trip ke Lombok.
ReplyDeleteWah, makasih, Mas. Saya merasa beruntung bertemu Aliando dan putra. Lucu lho mereka kalo ngomong. Hehe.
DeleteSoal Batu Payung dan Bukit Merese, beneran memang recommended, Mas.q
Wah, bisa banget nih buat destinasi wisata bareng keluarga kalau ke Lombok
ReplyDeleteBetuuuul. Waktu saya ke sana, banyak pengunjung yang datang bersama keluarga.
DeleteWah, bisa banget nih buat destinasi wisata bareng keluarga kalau ke Lombok
ReplyDeleteBetuuuul. Waktu saya ke sana, banyak pengunjung yang datang bersama keluarga.
DeleteWah, bisa banget nih buat destinasi wisata bareng keluarga kalau ke Lombok
ReplyDeleteBetuuuul. Waktu saya ke sana, banyak pengunjung yang datang bersama keluarga.
DeleteTak sia mengikuti Aliando, ya Mas. Foto-foto di Batu Payung memang indah. Langit dan lautnya Amboiii...
ReplyDeleteBener, Mbak Evi, ternyata Aliando tak salah hehehe
DeleteWahwah.. Paling mantep itu ayunan di pinggir pantai.. Instagrammable sekali :D
ReplyDeleteBener Mas, jadi spot wajib buat foto hehehe
DeleteAku ud 3 kali dan blom pernah ke batu payung hahah
ReplyDeleteKarena males nyebrang ya hehehe
DeleteBersih banget pantainya. Suka banget nih.
ReplyDeleteSaya kagum akan kebersihannya, Mas
DeleteAsik nih kalo dalam sekali kunjungan bisa mampir ke beberapa obyek sekaligus. Langitnya dramatis banget, ya. Dari gerimis bisa jadi cerah bersih seperti itu.
ReplyDeleteSemoga Putra dan Junaidi terus sehat dan tercapai impiannya. Senyum mereka hangat.
Amiiiin, saya juga berdoa begitu, Kak. Semoga masa depan mereka cerah.
DeleteLombok memang banyak banget pantai bagusnya. Perbukitan nya juga cantik untuk dikunjungi. Semoga lekas pulih agar bisa tampil cantik lagi
ReplyDeleteAmiiiiun. Lombok memang istimewa, Mas.
Deleteketika saya besar nanti dan seandainya diberi kesempatan dan keluangan waktu, ingin saya belibur kesana
ReplyDeleteAmiiiiiiin. Semoga ada kesempatan ya, Ilham
DeleteEnaknya bisa liburan setelah pelatihan
ReplyDeleteSemacam refreshing sebelum kembali kerja, Bu. Hehehe.
DeleteTerima kasih atas inspirasi referensi tempat liburannya pak. Jika libur panjang tiba tempat ini bisa jadi acuan liburan saya. Seandainya ada tempat wisata bagus lainnya tolong membagikan informasinya lagi.
ReplyDeleteSama-sama, Nuril. Semoga bermanfaat.
DeleteRisih gak ya foto dibawah batu payung? takutnya pas asyik2 lagi foto, batunya roboh..
ReplyDeleteNgga, Mas. Batu Payung ini kokoh kok, jadi aman hehehe. Alhamdulillah.
Delete