GUA DAN GROJOGAN PUTRI AYU, POTENSI BARU NGANJUK
20:00:00
Daripada memelototi layar HP, saya lebih senang menikmati
pemandangan di luar jendela kendaraan dalam perjalanan ke luar kota. Hobi jelalatan
ini tak jarang membawa berkah. Saat mengantar siswa lomba ke Blitar beberapa
minggu lalu, misalnya, saya menemukan objek wisata baru. Ketika kendaraan
melintas di hutan Nganjuk, mata saya tertuju pada tulisan “Wisata Gua dan
Grojogan Putri Ayu”. Ini pasti baru. Tahun lalu saya melewati jalan yang sama
dan tulisan di papan sederhana ini belum ada.
Tanpa pikir panjang, beberapa hari kemudian, saya meluncur ke
sasaran. Saya mengajak serta Mas Reza, rekan lawas yang tinggal di Gondang,
Bojonegoro, tak jauh dari lokasi. Memang, Grojogan Putri Ayu ini berada di
wilayah perbatasan Bojonegoro dan Nganjuk. Tepatnya di Desa Sambikerep,
Kecamatan Rejoso, Nganjuk. Ternyata, lokasi ini baru dibuka sebagai objek
wisata oleh Perhutani pada September 2016. Gua dan air terjun itu selama ini
tersembunyi di balik rimbunnya hutan jati. Perhutani membuka akses sekaligus
mengelolanya.
Air terjun ketujuh (dari sisi atas) |
Air terjun ketujuh (dari sisi bawah) |
Dari jalan aspal Bojonegoro-Nganjuk, saya cukup menyusuri
jalan tanah sepanjang 1 km. Jalan ini cukup luas, tapi bergelombang bekas roda
truk. Mobil harus parkir agak jauh (sekitar 100 meter) dari loket tiket karena
ada sebuah jembatan sempit. Beda dengan motor yang bisa diparkir sangat dekat
dengan loket tiket. Saya pun membeli tiket seharga Rp 5 ribu dan berbincang
ringan dengan Mas Yuda, petugas loket.
“Kalau hari Minggu atau libur, yang datang sekitar 80-100
orang, Mas. Kalau hari biasa, hanya sekitar 20 orang,” terang Mas Yuda. “Dari
loket ini, Mas jalan kaki aja, ga jauh kok, hanya sekitar 200 meter,”
sambungnya.
Air terjun keenam |
Saya jalan kaki melawan arus di sini |
Siang itu cuaca cukup panas. Untungnya jalan menuju Grojogan
Putri Ayu terlindung rerimbun pohon jati. Tak sampai sepuluh menit, saya telah tiba
di pelataran dengan beberapa tempat berteduh beratap ijuk. Dari sini tampak
bukit dengan beberapa pintu gua di dinding tebing. Terdapat pula bebatuan berbentuk
unik. Pengelola memasang tulisan di setiap batu, misalnya batu semar, batu
lumpang, batu mahkota, dan batu kitab. Untuk mendekat ke gua, pengunjung bisa melewati
sebuah jalan setapak menanjak.
Ada sekitar lima gua di sini. Namun, hanya pintu dan ruang
kecil di dalam gua yang bisa dimasuki. Pengunjung berbadan besar (seperti saya)
tak muat jika harus masuk ke bagian yang lebih dalam lantaran tertutup tanah
atau batu. Gua-gua ini kabarnya merupakan tempat pertapaan pada zaman dulu. Jalan
setapak menuju gua-gua ini juga bisa dilewati untuk melihat dari dekat air
terjun-air terjun di sepanjang sungai di bawah bukit.
Air terjun kelima |
Airnya jernih dan dingin |
Cahaya matahari menerobos celah-celah rimbun pepohonan |
Namun, saya memilih kembali turun karena ingin merasakan
langsung dinginnya air sungai. Deru air semakin kencang terdengar saat saya
sampai di tepi sungai. Terlihat sebuah air terjun mini dengan kolam kecil di
bawahnya. Tebing air terjun ini cukup lebar sehingga airnya yang jernih pun
deras mengucur di semua sisi tebing.
Yang membuat saya kagum, bebatuan di dasar sungai ini
berwarna putih, padahal batu-batu di tepi sungai (yang tak tersentuh air)
berwarna hitam. Bukan hanya itu. Bebatuan ini tak licin sehingga dengan mudah
saya bisa memanjat tebing setinggi sekitar 1,5 meter itu. Karena bagian atas
air terjun itu tampak lebih indah, saya pun tertantang untuk terus mendaki,
melawan arus sungai. Dan betapa takjubnya saya ketika melihat undakan-undakan
berikutnya. Air jernih berwarna hijau segar mengucur deras membentuk
liukan-liukan cantik.
Jujur saja, saya waktu itu belum tahu bahwa ternyata ada
tujuh air terjun kecil di sepanjang sungai ini. Saya hanya mengikuti insting
untuk terus melawan arus. Saya tak khawatir terseret arus karena kedalaman
sungai hanya sebatas lutut. Apalagi, bebatuan dasar sungai kesat, sama sekali
tak licin. Hingga sampailah saya di sebuah telaga yang airnya berwarna biru
kehijauan. Di ujung telaga terdapat air terjun setinggi 2 meter. Saya pun
tergoda untuk berendam dan berenang di sini. Airnya jernih dan dingin. Rupanya,
itu adalah telaga kelima dari tujuh air terjun yang ada. Ini adalah telaga
terdalam, mungkin sekitar 1,5 meter.
Ini adalah air terjun dengan telaga terdalam |
Air terjun kelima dari ketinggian |
Puas berenang di sini, Mas Reza memanjat tebing air terjun.
Sedangkan saya memilih lewat jalan setapak di tepi sungai. Tepat di atas air
terjun kelima itu, terdapat air terjun keempat dengan telaga yang lebih dangkal
(setinggi perut) dan air terjun yang lebih kecil. Namun, airnya tampak lebih
jernih. Berendam di sini rasanya berada di jacuzzi alami. Sensasinya segar luar
biasa. Apalagi sambil berendam saya bisa menikmati panorama Grojogan Putri Ayu
dari ketinggian.
Lantaran penasaran, kami kemudian naik ke air terjun ketiga. Tak hentinya saya takjub karena
keindahan yang sama juga kembali tersaji. Air terjun meliuk bak seluncuran,
membawa deras air ke telaga kecil di bawahnya. Ini adalah telaga terdangkal,
sebatas paha saya. Namun, berendam di sini juga memberi sensasi tersendiri. Suara
kicau burung menjadi teman menikmati segarnya air sungai. Oiya, sepanjang
sungai ini teduh oleh rimbunnya pepohonan. Terang saja saya amat betah
berlama-lama di sini.
Berasa di dalam jacuzzi alami |
Berendam sambil menikmati panorama |
Air terjun keempat |
Di atas air terjun ketiga ini, masih ada dua air terjun lagi.
Di puncak Grojogan Putri Ayu itulah, terdapat mata air yang menjadi sumber air
sungai ini. Namun, pengelola belum membuka akses dan menutup bagian atas sungai
dengan sebatang kayu besar. Saya pun menghentikan penjelajahan. Saya sudah puas
dengan menikmati lima dari tujuh air terjun yang ada. Menurut saya, tak baik
juga memaksakan diri menerobos batas yang telah dijadikan tanda peringatan oleh
pengelola.
Air terjun ketiga |
Air terjun serupa seluncuran |
Ini air terjun dengan telaga paling dangkal |
Benar-benar kesegaran alami |
Menurut Mas Yuda, lokasi ini diberi nama Grojogan Putri Ayu lantaran
tujuh air terjun dan telaga kecil di sini diumpamakan tempat mandi para
bidadari. “Nama awalnya hanya Wisata Alam Balo karena berada di kawasan Hutan
Balo, Mas. Sebenarnya sudah lama warga sini tahu tempat ini, tapi karena tidak
ada jalan masuknya, tidak banyak orang yang tahu,” paparnya.
Salah satu gua di bukit Balo |
Jika ingin menikmati Gua dan Grojogan Putri Ayu, saran saya,
pengunjung datang selain hari Minggu. Telaga-telaga ini serasa punya sendiri
karena tak perlu antre dengan pengunjung lainnya. Bawa bekal sendiri karena tak
ada satu pun penjual makanan dan minuman selain hari Minggu atau libur.
Satu-satunya warung hanya buka pada hari Minggu atau libur di dekat loket tiket.
Tapi, buang sampah pada tempatnya ya. Kita semua ingin potensi baru wisata
Nganjuk ini tetap bersih dan lestari. (*)
11 comments
Airnya terlihat sejuk dan segar ya mas :D
ReplyDeleteMemang sejuk dan segar, Mas. Kalau le Nganjuk, wajib coba ke sini. Hehehe
DeleteSaya setuju lokasi ini keren banget, Kak Rey. Soal akses ke dua air terjun lagi yg masih ditutup, menurut petugas, hanya soal waktu. Suatu hari akan dibuka jalan ke sana.
ReplyDeletewuih kerennn banget tempatnya di nganjuk ya
ReplyDeleteIya Mas, seger berendam di sini. Silakan main ke Nganjuk
DeleteMantap sekali kayaknya air terjunnya, oh iya kalau masalah fasilitas di tempat wisata seperti toilet, parkir dan lainnya apakah sudah tersedia ?
ReplyDeleteAir terjunnya memang mantap, Kak. Sementara ini sudah ada fasilitas tempat parkir, mushala, dan beberapa tempat duduk untuk istirahat. Belum ada toilet dan listrik.
DeleteIjonya bikin pengen nyebur. Panas-panas enak banget rendeman disitu
ReplyDeleteDijamin betah dan ga mau pulang hehehe
DeleteKemaren kesana ndak kerawat udahan.
ReplyDeleteSemenjak musim hujan..jalannya belum di perbaiki juga masih asoy geboi
Semoga segera diperbaiki jalannya biar pengunjung makin nyaman
Delete