GROJOGAN SEWU, BAGIAN DARI EKOWISATA DI PUJON, MALANG
21:40:00
Jarum jam menunjukkan angka 14.30 saat kami menyudahi
petualangan di Gunung Banyak, Batu. Terlalu siang untuk pulang. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke
sebuah air terjun di kawasan Pujon. Teman saya meyakinkan bahwa tak butuh waktu
lama untuk mengunjungi air terjun yang dikenal dengan nama Grojogan Sewu ini. Benar,
tak lebih dari 30 menit, kami sudah sampai di tujuan.
Istri saya di jembatan menuju Grojogan Sewu |
Jembatan menuju Grojogan Sewu |
Grojogan Sewu berada di Dusun Tretes, Desa Bendosari,
Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Warga lokal juga menyebutnya Coban Sewu. Grojogan dan coban bermakna sama, air terjun. Sedangkan sewu berarti seribu. Di Jawa, kata sewu sering dipakai untuk mewakili sesuatu yang berjumlah sangat
banyak. Bisa ditebak sendiri, latar belakang pemberian nama air terjun ini tentu
saja karena tingginya curah air terjun.
Ternyata, Grojogan Sewu adalah air terjun yang selama ini hanya
saya bisa lihat dari kejauhan ketika melewati jalan utama Jombang-Batu. Karena
naik kendaraan umum atau mobil rombongan, selama ini saya melewatkan objek ini.
Memang, air terjun ini tak sepopuler Coban Rondo. Karena itu, tak banyak
wisatawan yang menjadikan objek ini sebagai salah satu destinasi mereka.
Pendapa menyerupai kelenteng |
Dari arah Kota Batu, Grojogan Sewu terletak di sisi kiri
jalan raya. Tak ada tempat parkir khusus. Saat itu, kami memarkir kendaraan di halaman
sebuah sekolah dasar. Sejumlah pemuda menyediakan jasa sebagai penjaga parkir. Kata
mereka, Grojogan Sewu hanya berjarak sekitar 200 meter dari SD itu. Tak ada
tiket untuk masuk area wisata ini, alias gratis. Kita tinggal menyeberangi sebuah
jembatan sepanjang sekitar 30 meter. Jalan cor setapak telah dibangun untuk memudahkan
pengunjung menelusuri pematang sawah.
Sekitar 10 menit berjalan kaki, kami sudah sampai di Grojogan
Sewu. Bagian pertama yang menarik perhatian saya adalah sebuah bangunan
berwarna dominan merah menyerupai kelenteng. Bangunan berlantai keramik ini
mirip pendapa. Sejumlah pengunjung tampak bersantai di sana. Sebatang pohon
beringin yang sangat teduh berdiri kokoh di samping bangunan merah itu. Di bawahnya
terdapat sebuah patung Buddha dan beberapa benda pemujaan seperti dupa dan
bunga.
Berketinggian sekitar 50 meter |
Air terjun deras membelah tebing |
Grojogan Sewu sudah bisa dinikmati dari pendapa merah ini.
Jika ingin mendekat di bawah air terjun berketinggian kurang lebih 50 meter
ini, kita harus melewati jembatan kecil. Siap-siap basah terkena cipratan air
yang terbawa angin bisa sampai jembatan itu. Air terjun Grojogan Sewu seperti
membelah tebing yang ditumbuhi aneka tanaman hijau. Tak ada telaga di dasar air
terjun. Hanya tampak sedikit genangan karena air langsung mengalir ke sungai
tepat di sampingnya.
Potensi yang mulai dikembangkan warga |
Mungkin karena sedang musim hujan, air di genangan itu
berwarna kecokelatan. Tampak beberapa sampah ranting pohon. Meski demikian,
panorama hijau di sekitar tebing Grojogan Sewu lumayan menyejukkan mata. Jika
kebetulan melewati jalur ini, tak ada salahnya menjadikan Grojogan Sewu sebagai
tempat beristirahat. Selain mengumpulkan kembali tenaga, kita bisa menggunakan
sejumlah fasilitas yang ada seperti musala dan toilet.
Saya dan Grojogan Sewu |
Apalagi, warga Desa Bendosari telah mengembangkan potensi desanya
ini dengan konsep kampung ekowisata. Selain Grojogan Sewu, mereka juga menawarkan
Grojogan Mutiara, river track Sungai
Kahuripan, petik apel, paket motor trail, hill
walking telaga, dan panen madu alami. Bukan hanya itu. Sejumlah program
pelestarian mata air di desa itu juga mereka jadikan sebagai wahana wisata
edukatif. Di antaranya, mikrohidro, pertanian ekologis, program biogas kotoran ternak
sapi, dan upacara tradisional ruwatan mata air. (*)
4 comments
Pak menarik, kalo kemalang lagi ajak ya, saya kurang piknik. 😕
ReplyDeleteBereskan dulu itu skrpsimu, Nak. Hehehe
Deletebagus infonya..
ReplyDeleteTerima kasiih
Delete