MENIKMATI DUA SPOT COBAN SEWU, MALANG DAN LUMAJANG
21:35:00
Sejak foto dan video Coban Sewu tersebar di media satu tahun
lalu, sejak itu pula hasrat saya seolah tak terbendung untuk datang dan menyaksikan
sendiri keindahannya. Sebab, menurut saya, air terjun yang juga dikenal dengan nama
Tumpak Sewu ini istimewa, tak seperti air terjun-air terjun lain yang pernah
saya datangi. Alhamdulillah, kesempatan itu datang di penghujung Desember 2015.
Meski tersiar kabar medan menuju Coban Sewu sangat ekstrem, saya yang hanya
berdua dengan istri sama sekali tak ragu.
Kami berangkat dari Kota Malang sekitar pukul 07.00. Berbekal
informasi tentang lokasi dan rute Coban Sewu, kami memacu kendaraan ke arah Lumajang.
Sebab, yang kami tahu, Coban Sewu berada di perbatasan Kabupaten Malang dan
Lumajang. Sepanjang perjalanan, kami selalu membaca petunjuk arah atau bertanya
untuk memastikan bahwa kami berada di jalur yang tepat menuju Lumajang. Beberapa
kecamatan di Kabupaten Malang yang kami lalui adalah Bululawang, Dampit, dan
Ampelgading.
Kami sangat menikmati perjalanan pagi itu. Panorama sawah
hijau, sungai, bukit, dan Gunung Semeru yang menjulang gagah menjadi hiburan
tersendiri. Bahkan posisi Gunung Semeru seolah menjadi titik tuju kami karena
selalu tampak berada di depan kami. Udara sejuk dan keramahan warga menjadikan
kami merasa masih berada di daerah sendiri. Ya, kami memang beberapa kali
beristirahat sambil membeli sesuatu dan bertanya kepada warga yang kami temui
di jalan.
Setelah kami menempuh jarak sekitar 70 km, mata saya berbinar
karena tampak banner informasi bahwa lokasi Coban Sewu tinggal 500 meter, 250
meter, kemudian 100 meter lagi. Saya sempat ragu karena kami belum keluar dari
Kabupaten Malang. Namun, seorang bapak yang mengatur lalu lintas di jalan
menuju Coban Sewu meyakinkan saya bahwa saya telah berada di lokasi yang saya
tuju. Kami pun masuk jalan kampung menuju sebuah tempat parkir yang cukup luas.
Bukan hanya motor dan mobil, bus pun tampaknya muat diparkir di sini. Warga
telah melengkapi tempat parkir itu dengan musala, warung-warung, kamar mandi, dan
toilet.
Ternyata, kami berada di spot untuk menikmati Coban Sewu dari
sisi Kabupaten Malang, tepatnya di Dusun Jagalan, Desa Sidorenggo, Kecamatan
Ampelgading. Ini adalah desa terakhir di Kabupaten Malang sebelum masuk ke
Kabupaten Lumajang. Spot lainnya terdapat di Desa Sidomulyo, Kecamatan
Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Karena sudah berada di spot pertama, kami
memutuskan mendapatkan view Coban Sewu di sini. Setelah membeli tiket Rp 5.000
per orang, kami menyusuri jalan setapak di antara kebun warga. Kata petugas,
kami harus berjalan kaki sekitar 500 meter.
View pertama |
Baru sekitar 100 meter perjalanan, kami sudah disuguhi view Coban Sewu dari atas. Kami berdiri
takjub di tepi tebing dengan pengaman pagar bambu itu. Ini benar-benar bukan
air terjun biasa. Sumber air berderet sepanjang tebing yang berbentuk lengkungan
nan indah dan megah. Air terjun setinggi 180 meter ini dihiasi
tumbuhan-tumbuhan hijau yang menempel di dinding tebing yang berwarna kecokelatan.
Suara deru air terjun yang memecah kesunyian seolah mengundang saya untuk turun
tebing dan merasakan perciknya.
Dan, kami pun tergoda. Niat awal kami hanya menyaksikan Coban
Sewu dari ketinggian karena medan menuju dasar tebing sangat ekstrem. Sontak
kami berubah pikiran. Entah keberanian dan semangat dari mana yang membuat
istri saya juga yakin turun tebing. Yang jelas kami kemudian menuruni anak tangga
tanah. Tak disangka, tangga tanah itu hanya menemani kami beberapa meter. Selanjutnya
kami harus menapaki tangga bambu di dinding tebing yang curam.
Beberapa titik telah ditutup demi keamanan |
Sempat olahraga jantung saat pertama kali kaki menginjak anak
tangga itu. Sebab, jurang terbentang tepat di depan mata. Sebagian tangga
landai, sebagian lagi tegak di dinding tebing. Namun, dengan posisi badan menghadap
dinding tebing dan kedua tangan berpegangan tali di sisi kanan dan kiri,
lama-lama kami terbiasa. Justru kami merasa tenaga kami tak terlalu terkuras
karena kedua tangan ikut menyangga berat tubuh.
Uniknya, selain tali tambang, di tangga itu juga terdapat
rotan yang sangat panjang. Rotan itu tumbuh liar dan oleh warga dimanfaatkan
juga sebagai pegangan sepanjang tangga. Tangga
ini hanya cukup untuk satu orang naik atau turun. Untungnya, ada beberapa titik
untuk kami beristirahat dan berganti ke tangga berikutnya. Di titik
peristirahatan itulah kami dan pengunjung yang naik bergantian memberi
kesempatan.
Tangga bambu sepanjang tebing |
Salah satu titik peristirahatan yang menurut saya istimewa
adalah bagian tepi tebing dengan view Coban Sewu tepat di depan mata. Apalagi,
saat itu kami disuguhi pelangi yang mempercantik air terjun. Tepat di sisi
kanan tebing itu terdapat pohon rindang. Kami duduk di bangku bambu di bawahnya
dengan pengaman pagar bambu. Menoleh ke arah berlawanan dari air terjun,
pemandangan dua tebing tinggi yang terbelah sungai kecil menjadi daya pikat tersendiri.
Sesaat kemudian, kami melanjutkan perjalanan, menuruni tangga
bambu. Kami tak sempat menghitung berapa puluh atau ratus anak tangga yang kami
lalui. Yang jelas, begitu sampai di dasar tebing, perasaan lega bercampur tak
sabar segera melihat air terjun Coban Sewu dari bawah. Sebab, pandangan kami
terhalang tebing tinggi. Kami pun menyusuri sungai, melawan arus. Bebatuan di
dasar sungai ini tak licin sehingga kami tak kesulitan menyusuri atau menyeberangi
sungai. Hanya, arusnya yang deras mengharuskan kami berhati-hati dan saling
berpegangan.
Kesempatan langka, pelangi |
Pelangi yang mempercantik air terjun |
Saya dan Coban Sewu di titik peristirahatan yang menurut saya istimewa |
Sekitar lima menit kemudian, Coban Sewu pun terbentang gagah
di depan mata. Dari ujung kanan ke ujung kiri tebing, sumber air mengalir
deras. Bukan hanya dari puncak air terjun, melainkan juga dari tengah dan dasar
tebing. Sumber air seperti ada di mana-mana. Itulah mengapa air ini disebut
Coban Sewu. Coban berarti air terjun,
sedangkan sewu berarti seribu,
sebagai kiasan karena sangat banyaknya sumber air yang ada. Airnya pun jernih
dan dingin.
Percik-percik air terjun menyegarkan muka dan badan yang
sempat bermandi peluh. Sungai yang jernih menjadi tempat yang tepat untuk
membasuh wajah dan merasakan dinginnya air sumber Coban Sewu. Bebatuan eksotis
di dasar tebing menambah indah ciptaan Tuhan ini. Jika tak ingat waktu telah
beranjak siang, rasanya saya ingin berlama-lama berada di tempat ini. Saya masih
ingin menikmati view Coban Sewu dari spot Lumajang. Kabarnya, pengunjung bisa
berfoto tepat di atas air terjun. Karena itulah, kami segera menyudahi keasyikan
bercumbu dengan Coban Sewu.
Tebing sekeliling Coban Sewu |
Saat sudah berada di dasar tebing, ada dua pilihan untuk menyaksikan
view Coban Sewu dari spot Lumajang.
Pertama, kembali ke tangga bambu dan mendaki tebing menuju tempat parkir di
spot Malang, kemudian baru naik kendaraan ke Lumajang. Kedua, menyusuri sungai
lalu bertemu dengan dua air terjun (Telaga Biru dan Gua Tetes), lantas mendaki
tangga sepanjang tebing sampai puncak, baru naik ojek menuju spot Malang. Tentu
saja saya memilih cara kedua. Selain dapat bonus dua air terjun, menurut saya, kami
lebih hemat waktu. Namun, petualangan kami di Air Terjun Telaga Biru dan Gua
Tetes akan saya bagi di post
berikutnya di blog ini.
Sumber air di mana-mana |
Eksotisme Coban Sewu |
Singkat cerita, begitu sampai di puncak tebing di wilayah
Lumajang, kami harus membeli tiket Rp 5.000 untuk menikmati view Coban Sewu dari atas. Warga menyebut
lokasi ini Panorama. Kaki yang telah lunglai akibat turun dan naik tebing curam
tak membuat semangat kami luntur. Jarak 300 meter masih harus ditempuh dengan
harapan view Coban Sewu tepat dari puncaknya.
Namun, setelah sampai tujuan, ternyata ini bukan view yang saya bayangkan. Jalur menuju lokasi puncak air terjun
telah ditutup karena sempat memakan satu korban jiwa yang jatuh ke jurang setelah
berfoto selfie sambil loncat-loncat.
Menyerupai lubang bumi |
Coba lihat tangga bambu sepanjang tebing itu |
Meski demikian, saya tak terlalu kecewa. View Coban Sewu dari Panorama ini juga indah. Saya bisa melihat
secara utuh Coban Sewu dari kejauhan. Bentuknya menyerupai lubang bumi yang menganga.
Selain itu, saya bisa melihat kembali tangga bambu sepanjang tebing di sisi
Malang yang tadi kami lalui. Rasa syukur dan puas tak terhingga karena semua
spot Coban Sewu telah kami datangi dalam cuaca yang cerah dan bersahabat. Bagi
kami, ini adalah salah satu petualangan luar biasa yang tak mudah dilupakan.
(*)
12 comments
Waaaah, saya sebagai orang Jawa Timur jadi malu belum pernah main di mari. Mantab banget viewnya emang.
ReplyDeleteKalau ada waktu, coba main ke sini, Mas Adie. Viewnya memang istimewa!
DeleteEmejing, Gan. Baik foto fotonya maupun tulisannya!
ReplyDeleteMatur suwuuuun, Bos. Ayo explore Malang dan Batu lagiii
DeleteView nya berbanding lurus dengan tata bahasanya, keren 😅
ReplyDeleteWaaah, makasih banyak, Do. Buruan ke sini hehe
DeleteHehehe. Pengenya gitu pak. Masih sibuk skripsi. Heheh
DeleteSemoga segera kelar dengan nilai A! Amiiiin
Deletekuliah 4 tahun belim pernah ke sini... wah.. bisa dicobaaa
ReplyDeleteKuliah di Malang ya mbak? Harus ke sinii sebelum wisuda hehehe
Deletekeren banget usalannya mas, jadi pengen main ke jatim lagi! oh ia kunjungi blog saya juga mas sharing pengalaman dan ilmu, salam kenal mas! ini blog saya mhdanugrah.wordpress.com
ReplyDeleteMakasih, Mas Sanato Igawa. Jatim menarik buat diexplore. Segera saya berkunjung ke blog Mas.
Delete