MENELUSURI JEJAK SUNAN GIRI GRESIK
00:12:00
Berziarah ke
Makam Sunan Giri di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Gresik, memantik memori saya
tentang masa kecil. Saya lupa usia berapa tepatnya, mungkin sekitar 7 tahun,
saya dibawa oleh ayah dan ibu saya berkunjung ke makam salah satu dari Wali
Songo (Wali Sembilan) ini. Saya masih ingat, saat itu, kami naik delman menuju
makam. Saya sangat menikmati kendaraan ini karena bebas melihat pemandangan
sepanjang jalan.
Ketika duduk
di bangku SMP dan SMA, bersama teman-teman sekolah, beberapa kali saya juga
berziarah ke sini. Dengan teman SMP, saya datang berombongan dalam acara ziarah
wali-wali. Sedangkan saat SMA, saya datang ke sini bersama beberapa teman saja.
Bagi kami waktu itu, berziarah ke makam wali merupakan wisata rohani yang biasa
kami lakukan saat libur sekolah.
Pada bulan
Ramadan 2015 yang lalu, saat kebetulan berada di Gresik, saya kembali ke Makam
Sunan Giri. Selain berziarah, ada dorongan kuat dalam diri saya untuk mengenang
kembali masa kecil dan remaja saya. Menyusuri jalan menuju makam Sunan Giri
seperti melewati lorong waktu, kembali ke masa itu. Setelah 24 tahun berlalu,
kawasan Sunan Giri ternyata tak membuat saya pangling.
Tangga di sisi kanan |
Gapura Masjid Sunan Giri |
Kompleks
Makam Sunan Giri berada di atas bukit. Peziarah harus meniti puluhan anak
tangga setinggi sekitar 500 meter. Ada dua jalur tangga naik menuju kompleks
makam, yaitu di sisi kanan dan kiri halaman parkir. Saya memilih naik lewat
tangga di sisi kanan halaman parkir karena ingin terlebih dulu salat di Masjid
Besar Ainul Yaqin Sunan Giri yang terletak di sisi kanan kompleks makam. Dari
teras masjid, kita bisa melihat Kota Gresik dari ketinggian.
Sesaat
kemudian, saya bergegas menuju makam melewati sebuah lorong yang diapit
kios-kios pedagang. Beragam keperluan ziarah, ibadah, dan suvenir tersedia di
sana. Begitu sampai lokasi makam, saya baru tahu bahwa kompleks makam sedang
direnovasi. Tampak para pekerja sibuk merehab lantai dan membangun atap yang
akan menutupi seluruh kawasan makam.
Bangunan utama makam Sunan Giri |
Detail ukiran di dinding bangunan utama |
Namun,
bangunan utama makam Sunan Giri masih seperti yang pernah saya lihat dulu.
Bangunan ini terbuat dari kayu. Dindingnya berwarna cokelat, berhias ukiran.
Terdapat sebuah pintu kecil untuk para peziarah masuk makam. Kabarnya, pintu
ini sengaja dibangun kecil agar para peziarah menunduk saat masuk makam, tanda
menghormati ulama penyebar agama Islam yang disemayamkan di makam ini. Di dalam
bangunan tersebut, para peziarah membaca Yasin dan tahlil.
Di tempat
ini, para peziarah tidak dipekenankan memotret. Larangan tersebut tertulis di
dekat pintu bangunan utama makam. Saya pun tak berani melanggar peraturan
tersebut. Namun, saya sempat mengambil foto bagian luar bangunan utama meskipun
akhirnya diperingatkan secara halus oleh petugas.
Siapakah
Sunan Giri itu? Beliau adalah pendiri
Kerajaan Giri Kedaton di Gresik, sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa.
Pengaruhnya saat itu sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan
Maluku. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata,
Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, dan Joko Samudro.
Sunan Giri
adalah putra pasangan Maulana Ishaq, penyebar agama Islam di Asia Tengah, dan
Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, penguasa wilayah Blambangan pada masa
akhir kejayaan Majapahit. Namun, kelahiran buah pernikahan Maulana Ishaq dan Dewi
Sekardadu pada tahun 1442 itu menyebabkan dua patih Blambangan merasa terancam
tak akan mewarisi tahta kerajaan. Karena itu, mereka memasukkan bayi tersebut ke
dalam peti dan membuangnya ke laut.
Makam-makam lain |
Kemudian,
bayi itu ditemukan oleh sekelompok pelaut dan dibawa mendarat ke Gresik.
Saudagar sang pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih, kemudian mengasuh dan
memberinya nama Joko Samudro. Saat remaja, Joko Samudro dibawa oleh Nyai Gede
Pinatih untuk belajar agama kepada Sunan Ampel di Surabaya. Tak butuh waktu
lama, Sunan Ampel mengetahui identitas Joko Samudro sebenarnya. Beliau lantas
mengirimnya ke Pasai untuk mendalami ilmu agama. Di sanalah, Joko Samudro
diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah kandungnya.
Setelah berguru
kepada ayahnya, Raden Paku yang kemudian dikenal dengan nama Raden Ainul Yaqin
kembali ke Jawa. Dia mendirikan pesantren di sebuah perbukitan di Desa
Sidomukti, Kebomas, Gresik. Dalam bahasa Jawa, perbukitan atau gunung disebut giri. Sejak itulah, dia dikenal
masyarakat dengan nama Sunan Giri. Pesantren tersebut terkenal sehingga menarik
perhatian santri dari berbagai daerah seperti Madura, Lombok, Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku. Perkembangan yang pesat itu diikuti dengan berubahnya
pesantren menjadi kerajaan kecil bernama Giri Kedaton. Menurut catatan sejarah,
Sunan Giri memimpin Giri Kedaton sejak tahun 1487 sampai 1506.
Selain
berdakwah ala pesantren, Sunan Giri juga dikenal menggunakan kesenian Jawa
sebagai medianya dalam menyebarkan ajaran islam. Beberapa kesenian tradisional
yang dianggap terkait erat dengan Sunan Giri adalah permainan anak seperti
jelungan dan cublak suweng serta beberapa gending (lagu instrumental Jawa) seperti
Asmaradana dan Pucung.
Setelah membaca
Yasin dan tahlil di dalam bangunan makam, saya berkeliling sebentar di kompleks
makam. Terdapat banyak makam kuno di sekitar bangunan utama tersebut. Tak lama
kemudian, saya turun melewati tangga di sisi kiri makam. Di sana juga terdapat
sebuah situs bersejarah bernama Candi Bentar. Bentuknya menyerupai gapura
karena berdiri mengapit jalan menuju anak tangga. Di depan dua bangunan candi
tersebut, terdapat patung kepala naga.
Candi Bentar |
Tangga di sisi kiri kompleks makam |
Pohon-pohon tinggi
dan rindang menjadikan jalan sepanjang tangga turun ini teduh. Tampaknya,
pengelola makam kini berusaha menertibkan objek wisata religi yang selalu ramai
pengunjung ini. Jalur lalu lalang peziarah pun diatur dengan cara dibedakan
antara peziarah yang baru datang dan yang akan pulang. Pedagang suvenir juga
dipusatkan di satu sisi kawasan yang dilewati oleh para peziarah sebelum keluar
menuju halaman parkir. Dengan pengaturan ini, peziarah bisa lebih khusyuk
berdoa selama berada di dalam kawasan makam. (*)
7 comments
Menarik banget! Disebut di atas sebenarnya nggak boleh foto, tapi kalau saya lihat ukiran di makam utama pasti refleks memotret hehehe. Ukirannya unik dan apik banget! Sisa dari Candi Bentar-nya ada apa aja? Apakah cuma gerbang dan sepasang arca naga yang sudah samar saja?
ReplyDeleteHehehe, iya, Kak Halim, ga mau kan pulang hunting tanpa foto. Jadi ya nekat moto bagian luar. Tapi saya ga berani moto bagian dalam makam.
DeleteSisa Candi Bentar memang cuma itu, Kak. Yang usianya ratusan tahun lagi ya makam-makam.
Semoga saya bisa mengunjungi gresik tahun ini...
ReplyDeleteSemoga ya Mas, amiiin
Deletesippp mas .......jangan lupa singgah juga ya mas di blog saya gus bolang
ReplyDeleteSiap, Gus Bolang. Terima kasih sudah mampir.
DeleteHello mate nnice blog
ReplyDelete