BERKELILING TELAGA SARANGAN MAGETAN
21:00:00
Magetan, Jawa Timur, ternyata menjadi salah satu tujuan
banyak wisatawan. Salah satu andalan kabupaten ini adalah Telaga Sarangan atau
yang juga dikenal dengan nama Telaga Pasir. Berada di ketinggian 1.200 meter di
atas permukaan laut, kawasan telaga alami yang diselimuti suhu udara 15 hingga
20 derajat celsius ini kabarnya menarik ratusan ribu pengunjung setiap tahun. Bersama
rombongan guru tempat saya mengajar, 25 Oktober lalu saya berkunjung ke objek
ini.
Telaga Sarangan berada di Desa Sarangan, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan. Jaraknya sekitar 16 kilometer dari Kota Magetan. Telaga seluas
30 hektare dan berkedalaman 28 meter ini dikelilingi perbukitan di lereng
Gunung Lawu. Di sekelilingnya terdapat penginapan beragam tipe, meliputi dua
hotel berbintang, 43 hotel melati, dan 18 pondok wisata. Selain itu, tedapat sejumlah
restoran serta toko aneka suvenir seperti kaos, batik, makanan ringan,
kerajinan tangan, buah, sayur, dan bunga.
Petani di lereng Gunung Lawu |
Makanan khas yang banyak dijajakan di kawasan Telaga Sarangan
adalah sate kelinci, emping melinjo, dan kerupuk puli (terbuat dari nasi). Tak
sedikit pengunjung yang berbelanja sayur sebagai oleh-oleh karena kawasan
Telaga Sarangan terkenal akan perkebunan sayurnya. Sedangkan suvenir yang
sangat identik dengan Magetan adalah batik dan kerajinan kulit berupa sepatu,
sandal, jaket, topi, ikat pinggang, dompet, atau tas.
Jika ingin berkeliling telaga, pengunjung bisa naik kuda
dengan tarif Rp 60 ribu. Seekor kuda bisa dinaiki dua penumpang. Jangan
khawatir, bapak pemilik kuda siap menuntun kudanya berkeliling telaga. Pilihan
lainnya adalah berkeliling telaga dengan speed
boat berkapasitas empat penumpang. Tarifnya Rp 60 ribu untuk satu kali
putaran dan Rp 150 ribu untuk tiga kali putaran.
Dikelilingi bukit |
Punya legenda |
Siang itu, pengunjung memadati jalanan sekeliling telaga. Tak
ada toko yang sepi pengunjung. Mereka berlalu-lalang berbagi tempat dengan
kendaraan yang bebas melewati jalan yang sama. Belum lagi kuda-kuda yang berseliweran.
Tempat teduh di tepi telaga pun penuh dengan pengunjung. “Memang pada hari
Minggu seperti ini, pengunjung banyak sekali,” kata seorang ibu pedagang
minuman.
Pada 2007 lalu, saya pernah bermalam di salah satu penginapan
di Telaga Sarangan. Pada pagi hari, pemandangan telaga tampak lebih indah
dengan kabut yang menutupi sebagian bukit. Udara pun lebih sejuk. Saat itu
musim hujan, volume air telaga cukup tinggi hingga menyentuh bibir beton di
tepi telaga. Saat ini, volume air berkurang cukup banyak. Untuk naik speed boat, pengunjung harus turun ke
dasar telaga.
Kuda sewaan |
Bicara tentang sejarah Telaga Sarangan, ternyata ada sebuah legenda
yang dipercaya sebagai asal-usulnya. Konon, zaman dulu di lereng Gunung Lawu,
hiduplah sepasang suami istri bernama Ki Pasir dan Nyi Pasir. Pasangan ini
hidup berumah tangga bertahun-tahun, tetapi belum dikaruniai keturunan. Ki Pasir dan Nyi Pasir lalu bersemedi dan
memohon kepada Tuhan. Tak lama kemudian, mereka mendapatkan putra laki-laki
yang diberi nama Joko Lelung.
Telaga sedang surut |
Suatu hari, kejadian aneh menimpa keluarga yang memenuhi
kebutuhan sehari-hari dengan bercocok tanam ini. Ki Pasir dan Nyi Pasir
menemukan sebutir telur. Ki Pasir kemudian merebus dan memakannya berasama Nyi
Pasir. Namun, sekujur tubuh Ki Pasir dan Nyi Pasir menjadi panas dan gatal.
Pasangan ini lalu mencari sumber air untuk berendam agar rasa panas dan gatal
di tubuhnya hilang. Anehnya, keduanya berubah wujud menjadi naga.
Dua naga itu marah dan berusaha menggempur gunung hingga
membentuk cekungan. Bukan hanya itu. Keduanya bahkan ingin merobohkan
pohon-pohon di sekitarnya. Mengetahui hal itu, Joko Lelung pun memohon kepada
Tuhannya agar menghentikan tindakan kedua orang tuanya. Doa Joko Lelung
dikabulkan. Dua ekor naga itu tiba-tiba sadar dan meredam kemarahannya. Namun,
cekungan tersebut telah berbentuk kubangan besar. Kubangan besar itulah yang
kemudian dinamai Telaga Pasir atau Telaga Sarangan. (*)
3 comments
waah, ini telaga sarangan lagi rada surut ya? apa karena musim kemarau? Baru sekali main ke telaga sarangan :D
ReplyDeletewaah, ini telaga sarangan lagi rada surut ya? apa karena musim kemarau? Baru sekali main ke telaga sarangan :D
ReplyDeleteIya, Kak Fahmi, airnya sedang surut efek kemarau panjang. Untung ga sampai kering hehe
Delete