TUKUL PERNAH TINGGAL DI PUSAT REHABILITASI LUTUNG JAWA
20:36:00
Saya sudah dua
kali mengunjungi Coban Talun, pada tahun 2000 dan 2014. Namun, akhir Agustus 2015
lalu, ada tugas mendampingi siswa-siswa untuk mengikuti latihan dasar
kepemimpinan di kawasan wisata yang berlokasi Desa Tulungrejo, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu, ini. Tak mau pulang dengan tangan hampa, sampai di sana saya
pun mencari tahu ada daya tarik apa yang bisa saya lihat selain hutan pinus dan
air terjun yang sudah saya tulis di blog ini sebelumnya. Ternyata, di kawasan
Coban Talun terdapat pusat rehabilitasi lutung Jawa. Saya pun penasaran dan menyempatkan diri mendatanginya.
Lutung. Saya
sering mendengar namanya. Yang terlintas di pikiran adalah cerita Lutung
Kasarung. Tetapi, jujur saja saya tak tahu persis bedanya wujud lutung dengan
monyet biasa. Saya juga ingin tahu dari dekat pengelolaan pusat
rehabilitasi ini. Selain itu, saya juga tertarik menggali informasi seperti apa
satwa bernama Latin trachypithecus
auratus ini menjalani proses penyelamatan dari kepunahan. Sederet
pertanyaan itu pun sukses membawa saya ke sana.
Jalan menuju Pusat Rehabilitasi Lutung Jawa |
Jalan masuk lokasi |
Dari loket
tiket Coban Talun, pusat rehabilitasi ini berjarak sekitar 500 meter melewati
jalan utama menuju hutan pinus. Tak sulit menemukan tempat ini. Di tepi jalan
masuk lokasi tujuan saya, terdapat papan nama Javan Langur Center (Pusat
Rehabilitasi Lutung Jawa). Sebagai tanda datangnya tamu, pengunjung diminta
memukul kentongan di pintu pagar bambu.
Dengan
ramah, Mas Heri, seorang staf pusat rehabilitasi menyapa saya. Setelah
memperkenalkan diri, kami pun berbincang sekilas tentang lutung dan pusat
rehabilitasi ini. Namun, siang itu saya datang pada saat yang tidak tepat.
“Siang hari seperti ini, lutung-lutung sedang tidur siang dan tidak bisa diganggu,
Mas. Kalau mau, silakan datang saat mereka makan pagi sekitar jam 8 atau makan
siang sekitar jam 3 sore,” terangnya.
Papan informasi |
Saya tak
keberatan. Kebetulan lokasi camping
saya hanya berjarak sekitar 500 meter dari pusat rehabilitasi ini. Sorenya,
saya kembali lagi dan betemu dengan Mas Iwan Kurniawan, project manager Javan Langur Center Jawa Timur. Di kantornya yang
mirip saung itu, Mas Iwan dan saya membicarakan banyak hal seputar lutung dan
pusat rehabilitasi yang didirikan oleh The Aspinall Foundation Indonesia
Program, bekerja sama dengan Perhutani
dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), ini.
“Lutung Jawa
saat ini dipandang sebelah mata, Mas. Bentuknya yang tidak semenarik owa Jawa,
mukanya yang tidak selucu kukang, perilakunya yang tidak seatraktif orangutan
menjadikan lutung kurang diminati kaum konservasionis serta para pemerhati
satwa liar, baik di lingkup pemerintahan maupun lembaga swadaya masyarakat.
Padahal, lutung adalah satwa endemik yang hanya terdapat di Pulau Jawa, Bali,
dan Lombok. Bahkan lutung yang berbulu oranye hanya ditemukan di Jawa bagian
timur,” terang Mas Iwan.
Mas Heri membawa makanan lutung |
Dia
menambahkan, lutung-lutung yang menjalani rehabilitasi di tempat ini berasal
dari tiga cara, yaitu hasil operasi penertiban satwa oleh BKSDA dan
Polri, penyerahan sukarela masyarakat, serta bayi lutung yang lahir di tempat
ini. Proses pertama rehabilitasi adalah karantina. “Untuk lutung-lutung yang
baru masuk, kami menerapkan general
medical check up. Masa karantina ini sekitar 3-6 bulan. Pada masa ini, juga
dilakukan penandaan pada satwa dengan microchip.
Kami melakukannya dengan metode yang tidak menyakiti satwa,” terangnya.
Setelah masa
karantina, lutung-lutung yang dinyatakan sehat masuk ke kandang sosialisasi.
Pada tahap ini, hewan herbivora ini akan mengikuti proses kolonisasi alias pembentukan
kelompok atau keluarga. Lutung memang hewan yang pada dasarnya hidup
berkelompok, terdiri atas satu jantan dan beberapa betina.
Sibuk makan |
Pada tahap
ini, lutung-lutung yang sempat dipelihara manusia ini mendapatkan pakan dan
perlakuan alami agar mereka siap kembali hidup di hutan bebas. Di kandangnya
yang luas pun terdapat batang-batang pohon untuk mereka bergelantungan,
bergelayutan, atau melompat sana-sini.
Entah
mengapa saat itu muncul pertanyaan, apakah jantan dan betina di sana selalu mau
dijodohkan. Ternyata, jawabannya tidak. “Ada beberapa lutung yang gagal
dijadikan keluarga. Karena itu, kami harus mengelompokkan ulang mereka dengan
lutung lainnya. Itulah antara lain sebabnya waktu yang dibutuhkan lutung untuk
menjalani rehabilitasi di sini berbeda-beda,” terang Mas Heri.
Suka daun-daun muda |
Jumlah lutung
yang saat ini menjalani masa rehabilitasi ada 16 ekor. Mereka pun punya nama
lho, sama seperti manusia. Di antaranya, seekor lutung bayi berumur 3 bulan bernama
Momon yang masih berada di inkubator. Momon diselamatkan warga dari sebuah
pasar hewan dengan harga Rp 600.000. Beberapa ekor lutung dewasa berada di
kandang karantina. Mereka bernama Cici, Desi, Eman, Lita, dan Rita. Di
kandang-kandang sosialisasi, terdapat Suro dan Samson yang masing-masing masih
tinggal sendiri di kandangnya, Imron dengan empat betinanya, serta Simon dengan
dua betinanya.
Sore itu,
saya berkesempatan menemani Mas Heri dan staf lain memberi lutung makan.
Menurut Mas Heri, pengunjung yang masuk areal kandang sangat dibatasi agar tak
mengganggu kenyamanan lutung. Dengan seragam khusus, Mas Heri dkk membawa
beberapa ikat pucuk tanaman. Ternyata, mereka juga menanam sendiri
tanaman-tanaman yang dikonsumsi lutung seperti di alam liar. Di antaranya,
randu alas, rambutan hutan, katesan, kededel merah, langsepan, dan kaliandra
putih.
Lutung berbulu oranye hanya terdapat di Jawa bagian timur |
Satu kandang
dengan kandang lainnya ternyata terpisah cukup jauh, sekitar 50 sampai 100
meter. Semua kandang memiliki kunci pengaman. Begitu makanan ini datang, hewan-hewan
berekor panjang itu pun tampak antusias. Dengan lahap mereka menyantap
daun-daun muda itu dan tak merasa terganggu saat sesekali saya mendekat untuk
mengambil foto. Saya sangat terkesan dengan lutung yang berambut oranye.
Gradasi warna orangenya menarik sekali. Apalagi bulu lebat di sekeliling
mukanya, lucu.
Ternyata,
memang ada dua jenis spesies lutung. Satu berbulu hitam keabu-abuan, satu lagi
berbulu oranye. Lutung bayi umumnya berbulu oranye. Setelah berusia tujuh
bulan, sebagian lutung bulunya berubah menjadi hitam. Tetapi, sebagian kecil
lutung lainnya tetap berbulu oranye hingga dewasa. Bedanya, saat lahir, warna
oranye bulu mereka lebih terang dibanding lutung yang akan berubah menjadi
hitam.
Ekornya cukup panjang |
Setelah
lutung menjalani masa sosialisasi sekitar satu tahun, petugas kembali melakukan
general medical check up untuk
memastikan mereka telah siap dilepasliarkan. Lokasi yang dipilih sebagai
sasaran pelepasliaran adalah hutan alam yang menjadi habitat aslinya. Hutan
yang dijadikan areal pelepasliaran sebelumnya telah diteliti dan dikaji
potensinya sebagai habitat lutung Jawa. “Beberapa bulan lalu kami melepaskan
sekeluarga lutung Jawa di Hutan Kondang Merak di Malang Selatan,” kata Mas
Iwan.
Setelah
dilepasliarkan, hewan yang umumnya bertahan hidup hingga 12 tahun di alam liar ini
tak dibiarkan begitu saja. Petugas melakukan monitoring serta evaluasi secara
berkelanjutan dan intensif. Mereka yang telah dilepasliarkan antara lain
keluarga Tukul, keluarga Wira, dan keluarga Bobby. Nama-nama yang tidak asing
untuk teman-teman travel bloggers,
terutama TBI. Hehehe. Hai, Kak Wira dan Kak Bobby! :) (*)
0 comments