SENJA DI PELABUHAN GILIMANUK
14:10:00
Saya selalu
berusaha menemukan sisi baik dari apa pun yang terjadi di depan mata. Itu cara
saya untuk menikmati setiap momen. Salah satunya adalah ketika menyeberangi
Selat Bali, penghubung Pulau Bali dan Pulau Jawa. Beberapa kali saya
menyeberang dari Pelabuhan Gilimanuk, Bali, menuju Pelabuhan Ketapang,
Banyuwangi, dengan kapal feri dan kerap malam hari. Nah, Akhir April lalu, kebetulan
kapal yang saya tumpangi berlayar pada sore hari.
Hari sudah
menjelang Maghrib. Baru beberapa langkah masuk kapal, saya dan beberapa
penumpang lain tertarik menengok ke luar kapal. Terdengar suara
teriakan-teriakan.
“Om, lempar
uang!”
“Uang koin
boleh, uang kertas juga boleh.”
“Ayo, Mbak,
lempar uangnya!”
“Jangan cuma
moto, Mas.”
Ternyata
mereka adalah anak-anak yang dikenal dengan anak koin. Mereka sengaja meloncat
ke laut dan menyelam untuk mengejar koin yang dilemparkan para penumpang.
Mereka kuat berenang lama sambil
berteriak-teriak dan menunggu respons penumpang. Beberapa penumpang memang
melempar uang koin dan kertas. Mereka tampak antusias menyaksikan anak-anak ini
menangkap uang. Begitu juga anak-anak koin. Mereka tak kalah antusias menangkap
uang meskipun hanya uang logam Rp 500.
Menunggu koin |
Tahan berenang lama |
Saya lihat, beberapa
anak masih usia sekolah. Sebagian lainnya telah dewasa. Kabarnya, perkerjaan
ini mereka pilih untuk mengumpulkan uang sekitar Rp 20-25 ribu per hari. Mereka
umumnya sejak kecil hidup di lingkungan pelabuhan karena orang tua mereka
adalah buruh atau pedagang di sana. Dan, setiap kali menyeberang, saya selalu
menemukan mereka, baik pagi, siang, sore, maupun malam. Bukan hanya di
Pelabuhan Gilimanuk, melainkan juga di Pelabuhan Ketapang.
Mereka seperti
tak kenal waktu. Tak heran, kulit mereka pun tampak legam. Rambut memerah.
Nyali mereka tak bisa dipandang remeh. Bayangkan, selain terjun ke laut dan
berenang cukup lama, mereka harus menyelam tanpa peralatan apa pun. Selain itu,
gerakan kapal tentu saja berisiko tinggi dan mengancam keselamatan mereka.
Kapal andalan Jawa-Bali |
Sunset dan Gunung Raung Banyuwangi |
Beberapa
menit kemudian, kapal mulai meninggalkan Pelabuhan Gilimanuk dan anak-anak koin
itu. Kapal-kapal beragam jenis berseliweran menghidupkan suasana. Maklum,
Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk merupakan pintu utama lalu lintas darat Jawa-Bali.
Karena itu, arus transportasi di sini sangat padat. Tak jarang, untuk
menyeberang, kendaraan-kendaraan harus antre di pelabuhan hingga berjam-jam.
Saya pun
menaiki anak tangga menuju dek atas. Pemandangan di seberang laut sangat
menghibur. Sunset sore itu menjadi daya pikat perjalanan kali ini. Gunung Raung
Banyuwangi tampak menjulang dari kejauhan. Angin laut tak mematahkan keinginan
saya untuk bertahan di tempat ini. View yang tersaji membuat saya enggan masuk
ke ruang penumpang. Hingga sekitar satu jam kemudian, kapal merapat di
Pelabuhan Ketapang dan menyisakan cerita berkesan tentang senja di Pelabuhan
Gilimanuk. (*)
Senja di Pelabuhan Gilimanuk |
2 comments
Dulu, waktu masih kerja di bali sering nyeberang lewat gilimanuk. Dan penyeberangan ini memang salah satu spot yang fotogenik sepanjang jalur jawa bali :D
ReplyDeleteSetuju, Kak Fahmi. Kalau saja waktu itu siang, saya mau nulis human interest khusus anak-anak logam. Hehehe
Delete