PURA ULUWATU ANDALAN DESA PECATU
20:54:00
Siang itu, setelah diguyur hujan di Pantai Pandawa, saya
sempat pesimistis akan mendapatkan cuaca cerah di Pura Luhur Uluwatu. Apalagi, perjalanan
menuju pura tersohor di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, ini
hanya memakan waktu sekitar 30 menit dari Pantai Pandawa. Namun, ternyata kenyataan berkata lain. Turun
dari kendaraan, saya disambut cuaca cerah. Saya pun tak mau menunggu lama untuk
menengok pura di tebing tinggi dengan view
laut lepas ini.
Prasasti berisi sejarah Pura Luhur Uluwatu |
Sebelum memasuki kawasan Pura Uluwatu, pengunjung wajib
mengenakan selendang untuk diikat di pinggang. Pengunjung bercelana atau rok pendek
di atas lutut wajib memakai kain yang disediakan di loket tiket. Sambil
menyusuri hutan kecil yang teduh, pemandu kami mengingatkan banyaknya monyet
liar yang biasa “mengganggu” kenyamanan pengunjung lantaran suka merebut
benda-benda seperti topi, kacamata, atau kamera. Namun, siang itu sepertinya
monyet-monyet tersebut sedang tidak mood
menampakkan diri. Hanya ada beberapa ekor monyet, itu pun tampak dari jauh.
Mungkin mereka lelah. Hehehe.
Tebing curam di sisi barat pura |
Bagian pertama yang menyita perhatian saya adalah prasasti
yang bertuliskan sejarah Pura Uluwatu di bawah anak tangga menuju pura. Sengaja
saya membacanya sampai tuntas. Ternyata, pura ini dibangun oleh Mpu Kuturan, diperkirakan
pada masa pemerintahan raja yang bergelar Sri Haji Marakata. Raja ini memerintah
Bali pada tahun 1032-1036. Bayangkan, betapa tuanya pura ini sekarang. Mpu Kuturan adalah seorang guru spiritual
kerajaan. Pura ini dibangun sebagai tempat pemuliaan raja-raja leluhur. Selanjutnya,
pura ini menjadi tempat pemujaan bagi umat Hindu.
Umat memasuki pura |
Pura Luhur Uluwatu di ujung tebing |
Saya lantas menaiki anak tangga di sisi barat Pura Uluwatu. Tebing
curam tepat di tepi laut lepas menjadi daya pikat di kawasan ini. Ada beberapa
bagian tebing yang menjorok ke laut. Di ujung salah satu tebing yang menjorok
ke laut itulah, berdiri kokoh Pura Uluwatu. Bangunan ini berada di ketinggan 97
meter di atas permukaan laut. Namun, hanya umat yang akan beribadahlah yang
boleh memasuki areal pura. Wisatawan cukup menikmati panorama indah di seputar
pura.
Pemandangan tak kalah indah juga tersaji di sisi timur pura.
Tebing curam nan panjang menjadi spot foto yang menarik bagi para pengunjung,
termasuk saya. Meskipun panas matahari sangat menyengat kulit, saya tak mau
menyia-nyiakan kesempatan untuk menjelajahi sisi tebing. Suara debur ombak pecah
saat menabrak bebatuan karang. Ombak di kawasan pantai Pecatu ini kabarnya
sangat disukai para peselancar. Even selancar internasional juga kerap diselenggarakan
di sini.
Pura dan samudera lepas |
Tebing terjal di sisi timur pura |
Saya dan tebing Uluwatu |
Tebing terjal ini ternyata ditumbuhi lumayan banyak tanaman.
Saya menyebutnya hutan kecil yang menjadi habitat monyet-monyet liar di sana. Untuk
pengunjung yang lelah, sejumlah gazebo menjadi tempat berteduh yang nyaman. Perpaduan
samudera luas, tebing terjal, hutan kecil, dan gazebo itulah yang menjadi ikon
Pura Uluwatu. (*)
0 comments