TARI BARONG BALI: KAYA FILOSOFI, BERBUMBU KOMEDI
18:15:00Selain keindahan alam, Bali punya beragam pesona budaya. Salah satunya adalah Tari Barong. Saya menyaksikannya bersama murid-murid saya akhir April 2015. Kami memilih pementasan Tari Barong Sekehe Barong Sila Budaya di Puri Anom, Batubulan, Gianyar. Pertunjukan dimulai pukul 09.30 dan berakhir pukul 10.30. Kami datang lebih pagi agar bisa memilih tempat duduk di deretan paling depan. Benar saja, kalau datang mendekati waktu pementasan, pengunjung harus rela duduk di deretan belakang dalam sanggar berkapasitas sekitar 300 penonton ini.
Tari Barong menggambarkan pertarungan antara
kebajikan (Barong) melawan kebatilan (Rangda). Menurut umat Hindu Bali, barong adalah
binatang purbakala yang menjadi simbol kebajikan. Sedangkan Rangda adalah
binatang purbakala mahadahsyat yang menggambarkan kebatilan. Tari Barong yang
dipentaskan oleh Sekehe Barong Sila Budaya, menurut saya, bukanlah rangkaian
tari, tetapi pertunjukan drama dengan bumbu tari dan komedi dengan iringan
musik gamelan Bali. Pementasan ini menyerupai wayang orang di Jawa.
Barong dan kera |
Tiga lelaki bertopeng |
Pementasan diawali dengan munculnya barong dan kera
di sebuah hutan. Kemudian datang tiga lelaki bertopeng yang sedang mencari
harimau. Terjadi perkelahian antara ketiga orang itu dengan barong dan kera.
Perkelahian berakhir setelah tiga orang itu kabur lantaran salah satunya
terluka akibat amukan kera. Setelah panggung sepi, dua orang penari perempuan
muncul. Keduanya digambarkan sebagai pengikut Rangda yang sedang mencari Dewi
Kunti.
Penari, pengikut Rangda |
Adegan ala Srimulat |
Setelah dua penari itu menghilang ke balik
panggung, pengikut-pengikut Dewi Kunti tiba. Salah seorang pengikut Rangda
berubah menjadi setan dan memasukkan roh jahat kepada pengikut Dewi Kunti.
Setelah kerasukan roh jahat itu, pengikut Dewi Kunti menjadi marah-marah.
Ternyata, kepada Rangda, Dewi Kunti telah berjanji untuk menyerahkan putranya, Sadewa,
sebagai korban. Dewi Kunti yang sebenarnya tak sampai hati, justru semakin
yakin mengorbankan Sadewa setelah kerasukan roh jahat. Dia pun memerintah sang patih
untuk membuang Sadewa ke hutan tempat istana Rangda. Celakanya, sang patih tak
luput dari pengaruh roh jahat.
Dewi Kunti dan Sadewa |
Dewi Kunti kerasukan roh jahat |
Sadewa dibuang di hutan |
Sadewa dan pengikut Rangda |
Kalika, seorang pengikut Rangda, menghadap kepada
Sadewa untuk diselamatkan juga. Namun, Sadewa menolaknya. Penolakan ini
menimbulkan perkelahian. Kalika berubah wujud menjadi babi hutan. Setelah
dikalahkan oleh Sadewa, babi hutan itu berubah menjadi burung. Meski babi hutan
itu telah berubah menjadi burung, Sadewa tetap mampu mengalahkannya. Akhirnya,
burung itu menjelma menjadi Rangda. Karena sama-sama memiliki kesaktian luar
biasa, pertarungan antara Rangda dan Sadewa berlangsung sangat sengit. Apalagi
Sadewa kemudian berubah menjadi Barong. Tidak ada yang menang dan kalah dalam
pertarungan ini. Para pengikut Barong yang bersenjata keris pun tak mampu
melumpuhkan kesaktian Rangda.
Adegan "nakal" |
Mengalahkan babi hutan |
Meskipun para pemain Tari Barong menggunakan bahasa
Bali kuno, pengunjung masih bisa mengikuti jalannya cerita. Penonton bisa
membaca sinopsis yang dibagikan sebelum pementasan. Selain itu, sesekali para
pemain berdialog dengan bahasa Indonesia untuk mengundang tawa penontonnya.
Saya sudah beberapa kali menyaksikan pertunjukan ini di tempat yang sama.
Namun, umpan mereka untuk mengocok perut penonton selalu ada perkembangan.
Mereka memanfaatkan jargon atau kata-kata yang sedang populer seperti galau dan sakitnya tuh di sini.
Kocok perut penonton |
Pertarungan lelaki-lelaki berkeris dengan Rangda |
Trik komedi ala Srimulat pun mereka lakukan.
Misalnya, adegan seorang pengikut Barong menjelek-jelekkan Rangda, padahal
Rangda berdiri persis di belakangnya. Dia baru sadar lalu berteriak kencang
ketika menoleh ke belakang. Adegan saling kejar pun lucu ketika salah seorang
pengikut Rangda berbalik arah secara tiba-tiba. Tawa penonton riuh juga dalam adegan
perkelahian babi hutan melawan Sadewa. Saat babi hutan terkapar telentang, ada
sesuatu yang menyelinap di balik pahanya dan tegak panjang ke atas. Para
penonton mengira itu adalah alat kelamin babi jantan. Apalagi, para lawan
kelahi babi hutan memainkannya dengan kayu atau tali. Padahal, “sesuatu”
itu adalah ekor babi hutan.
Ada unsur magis |
Sedangkan kandungan filosofi yang paling kental
adalah pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Saya memaknainya menjadi dua
jenis konflik. Pertama, konflik
sosial antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Kedua, konflik internal dalam diri seseorang. Energi yang menggiring
kita untuk melakukan hal positif kerap bertentangan dengan energi negatif yang menghasut
kita untuk berbuat sebaliknya. Pertentangan hal baik dan buruk ini memang tak
akan berakhir sampai manusia tutup usia. Dan, menurut saya, semua agama
mengajarkan hal-hal baik kepada pemeluknya untuk membentengi diri dari hal-hal
buruk yang bisa menyesatkan jiwa. (*)
Sekehe Barong Sila Budaya
Puri Anom, Batubulan,
Gianyar, Bali,
(0361) 298092
6 comments
tarian yang sama juga aku liat di GWK bali, tapi dengan baca punya Mas lebih jelas tahu ceritanya...thanks ya
ReplyDeleteSama2, Ko. Cerita dan alurnya sama ya?
DeleteTerbaik, tak pikir ini di amphitheater gwk
ReplyDeleteThanks a lot, Renno. Aku udah lama ga ke GWK. Terakhir ke sana 2010.
Deleteterakhir nonton tari barong lebih dari 6 tahun lalu, ceritanya seru kak, jadi tau gimana tari barong di jaman kekinian jaman sekarang hehe
ReplyDeleteWaah, terima kasih sudah mampir Kak Imama. Iya nih, beberapa dialog pemain Tari Barong ternyata menyesuaikan zaman. Biar lebih diterima penonton kali ya. Hehe.
Delete