WATU GANDUL JADI ALASAN BERNOSTALGIA
22:11:00
Berkunjung ke Kecamatan Gondang rasanya sehangat pulang ke
kampung halaman. Hutan jati sepanjang
perjalanan seolah menyapa. Perbukitan dan hamparan ladang jagung tak pelak memantik
kenangan. Semua seperti mengingatkan saya akan memori selama sepuluh tahun,
sejak 2005 hingga 2015, melintasi jalanan berkelok ini demi bertugas di SMA
Negeri 1 Gondang.
Sejak berpindah tempat tugas di SMA Negeri 1 Bojonegoro pada
Juli 2015, sekali pun saya belum pernah menginjakkan kaki di Gondang. Namun,
kabar seputar kecamatan di wilayah ujung selatan Kabupaten Bojonegoro ini tak
pernah lepas dari pantuan saya. Salah satunya adalah mencuatnya sebuah objek
wisata baru bernama Watu Gandul. Seperti dilecut, semangat saya pun membara.
Tanpa pikir panjang, beberapa waktu lalu saya meluangkan waktu untuk melihat
dengan mata kepala sendiri destinasi wisata baru ini.
Jalan membelah hutan jati menuju Gondang |
Gayung bersambut. Mas Reza, teman lama yang bermukim di
Gondang, mengundang saya untuk mengeksplor wilayahnya. Bahkan, Mas Reza dan
keluarganya menjamu saya dan memberi tempat menginap di rumahnya. Saya juga
bertemu dengan Mas Johan yang tak kalah baiknya dari Mas Reza. Kami sempat
beristirahat dan bersantap siang di rumah Mas Johan. Lantaran sudah tahu
kebiasaan saya, Mas Reza dan Mas Johan juga mengantar saya mengunjungi Watu
Gandul. Sebagai bonus, kami juga mendatangi Watu Gajah dan Gunung Lawang.
Watu Gandul berlokasi di Dusun Kaliasin, Desa Sambongrejo,
Kecamatan Gondang. Tak sulit menemukan objek ini. Jika tersesat, silakan saja
bertanya kepada warga setempat. Mereka pasti dengan senang hati menunjukkan
arah. Watu Gandul terpisah dari pemukiman penduduk, tepatnya berada di areal
ladang jagung yang pada musim tertentu menjadi lahan pertanian padi atau bawang
merah. Pemerintah Desa Sambongrejo telah memasang papan nama di dekat areal
perkebunan tersebut. Tertera tulisan Wagan, akronim dari Watu Gandul.
Bebatuan andesit bertebaran di lahan perkebunan menuju Watu Gandul. |
Bebatuan pun tampak di ladang bawang merah. |
Kendaraan harus diparkir di dekat tulisan itu. Sebab, jalan
setapak menuju Watu Gandul hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Jangan iri kepada
warga setempat yang bersepeda motor menuju Watu Gandul. Mereka telah terlatih
mengendarai motor di lahan berbatu. Namun, dengan berjalan kaki, saya justru
bisa menikmati pemandangan yang tersaji. Ratusan batu andesit bertebaran di
lahan perkebunan ini. Ukurannya beragam, dari yang kecil hingga sangat besar.
Warnanya hitam, dengan tekstur permukaan menyerupai batu sungai. Menurut Mas
Johan, Pemerintah Desa Sambongrejo telah lama berupaya mencegah upaya
eksploitasi batu-batu andesit itu.
Kumpulan bebatuan raksasa dililit akar pepohonan. |
Batu ini menggantung di antara dua batu yang tak kalah besar. |
Setelah sekitar 15 menit berjalan kaki, sampailah kami di
Watu Gandul. Ternyata Watu Gandul adalah kumpulan batu berukuran raksasa yang
diperkirakan muntahan letusan Gunung Pandan di Kecamatan Sekar, Kabupaten
Bojonegoro. Bebatuan itu tersusun dalam tumpukan tak beraturan. Lantaran sudah
ratusan tahun berada di sana, bebatuan ini pun terlilit akar pohon yang tumbuh
rindang di sekitarnya. Tinggi tumpukan batu super besar ini mencapai 50 meter.
Ketinggian Watu Gandul mencapai 50 meter. |
Rasa penasaran pun kian menggelitik. Saya mendekati salah
satu sisi Watu Gandul. Terdapat sebuah batu yang sangat besar berbentuk bundar,
diapit dan disangga dua batu lainnya yang tak kalah besarnya. Rupanya, inilah
cikal bakal lokasi ini bernama Watu Gandul. Dalam bahasa Jawa, watu berarti batu, sedangkan gandul bermakna menggantung. Batu bulat
besar itu seolah menggantung di antara dua batu yang mengapitnya. Celah di
bawah batu itu pun serupa gua.
Sayangnya, ukuran badan saya terlalu lebar untuk menyelinap
di antara celah itu. Mereka yang bertubuh lebih tipis bisa masuk ke bagian
dalam Watu Gandul. Tak mau hanya diam di satu titik, saya pun berputar ke sisi
lain Watu Gandul. Tak disangka, di sisi yang berbeda, terdapat “pintu” yang
lebih lebar. Hampir sama dengan “pintu” pertama, di sini juga terdapat dua batu
raksasa yang ujungnya mengapit sebongkah batu besar. Bedanya, di atas dua batu
besar itu, terdapat sebongkah batu yang juga berukuran besar. Dari sini, saya
bisa masuk ke bagian dalam Watu Gandul. Wujudnya mirip rumah batu yang gelap.
Mas Johan dan Watu Gandul. |
Selanjutnya, saya dan beberapa pengunjung lain naik ke bagian
atas Watu Gandul. Kami mendaki bebatuan besar itu. Akar-akar pohon yang melilit
Watu Gandul pun bisa dijadikan sebagai pegangan. Bagian atas Watu Gandul
dipayungi ranting dan dedaunan rimbun pohon, adem. Semilir angin lumayan
membantu mengeringkan keringat di kening dan leher. Permukaan bebatuan ini
berbentuk lempengan. Bukan hanya duduk-duduk, tiduran pun cukup nyaman. Pandangan mata pun menyapu sekeliling Watu
Gandul. Perkebunan nan luas berlatar Gunung Pandan dan Gunung Lawang cukup
menarik untuk dinikmati.
Watu Gandul, semoga kau lestari. |
Berkunjung ke Watu Gandul sangat tepat untuk wisata edukasi
tentang batu andesit. Pengunjung bisa melakukan penelitian tentang geologi atau
sejarah. Sebagai bonusnya, tracking
menuju lokasi juga menyehatkan. Jadi, tak ada ruginya meluangkan waktu untuk
menyaksikan fenomena alam ini. Supaya objek unik ini lestari, hindari buang
sampah dan corat-coret sembarangan. (*)
2 comments
Itu bebatuan kelihatannya agak misterius yah.
ReplyDeleteAda yg bilang sempat jadi tempat bertapa, Mas. Hehehe.
Delete