WADUK PACAL: PENINGGALAN BELANDA DI BOJONEGORO
20:15:00
Sebagai warga pendatang di Kota Bojonegoro, aku tak jarang
bertanya tentang objek wisata alam yang ada. Salah satu jawaban yang kerap muncul
adalah Waduk Pacal. Rupanya, objek tersebut telah menjadi maskot kabupaten yang
juga dikenal sebagai penghasil kayu jati dan minyak ini.
Waduk Pacal berjarak 35 km ke selatan dari Kota Bojonegoro, tepatnya di Desa Kedungsumber, Kecamatan
Temayang. Kita juga dapat menempuh perjalanan sekitar 30 km ke utara dari Kota
Nganjuk. Sepanjang perjalanan, kita disuguhi hutan jati, tebing, jurang, dan
jalan berkelok. Jalan aspal yang mulus membuat waktu tempuh tak lebih dari 45 menit
dari Kota Bojonegoro atau Nganjuk.
Masih kokoh dan berfungsi baik |
Petugas penjaga tiket menyatakan, bendungan di Waduk Pacal dibangun
pada tahun 1933 oleh pemerintah penjajah Belanda.
Tahun peresmian bendungan dengan arsitektur khas zaman kolonial itu juga
tertulis di menara dam. Hebatnya, sampai saat ini bangunan dam masih kokoh dan berfungsi
baik.
Waduk dikelilingi bukit |
Pada musim hujan, air Waduk Pacal sangat melimpah. Bahkan,
luas danau mencapai 3,878 kilometer persegi dengan kedalaman 25 meter. Dari
waduk inilah, disalurkan air melalui irigasi ke lahan persawahan di sejumlah
kecamatan di Bojonegoro. Beragam ikan air tawar seperti nila dan udang pun
banyak hidup di sana. Para pengunjung bisa membeli hasil tangkapan nelayan atau
menikmati olahan ikan tawar yang disajikan sejumlah warung di sana.
Perahu nelayan |
Tempat nelayan berburu ikan tawar |
Untuk menjelajahi waduk, para pengunjung bisa naik sampan keliling
danau jika ingin merasakan sensasi tersendiri. Tidak ada tarif pasti karena sebenarnya
pemilik perahu kecil itu adalah para nelayan sekitar. Rata-rata pengunjung merogoh
kocek Rp. 15.000 untuk sekitar 30 menit.
Perahu nelayan |
Pengunjung yang suka fotografi bisa memanfaatkan sejumlah
spot untuk membidik keindahan danau atau momen aktivitas nelayan. Kabarnya, sunset di danau ini juga indah. Sedangkan
mereka yang doyan melatih kesabaran bisa memancing di beberapa sisi waduk. Seru
tampaknya jika kemudian bakar ikan pancingan sendiri. Hehehe.
Menjala ikan |
Membawa pulang hasil tangkapan |
Namun, pada musim kemarau, debit air menurun drastis.
Bahkan, pada puncak musim kemarau, tanah dasar di tepian waduk kering
kerontang. Ada juga yang menjadi lahan pertanian warga sekitar. Mereka menanam
tembakau, semangka, cabai, dan jagung.
Sebenarnya, waduk ini merupakan objek wisata yang cukup
potensial bagi Kabupaten Bojonegoro. Namun, perlu banyak sentuhan agar lebih
banyak pengunjung yang datang. (*)
4 comments
suwun gan desaq dah di postting
ReplyDeleteSama-sama, Mas. Terima kasih juga sudah mampir.
Deletemohon maaf penulis artikel ini siapa ya? :)
ReplyDeleteKeren mas... mampir juga ke www.msalawoffice.co.id cuma jarang posting krn tdk pny admin web
ReplyDelete